Jakarta, Aktual.com — KontraS, ICW, dan YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kriminalisasi (Taktis) menilai kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo selama setahun, sangat tidak memuaskan.  Elemen masyarakat tersebut mendesak HM Prasetyo untuk segera mundur.

“Dia (Jaksa Agung, red) misalnya gagal memanfaatkan kekuasaannya saat ada proses-proses kriminalisasi oleh polisi,” demikian kata Koordinator KontraS Haris Azhar, kepada wartawan, dalam konferensi pers yang digelar di kantor ICW, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Minggu (25/10). Selain Haris, juga hadir peneliti YLBHI, Julius Ibrani dan peneliti ICW, Lola Easter.

Harris juga menyoroti peran Kejaksaan Agung dalam menangani kasus kejahatan hak asasi manusia (HAM) berat. Kata ia, usulan Prasetyo agar dibentuk tim rekonsiliasi justru memperumit penyelesaian berbagai kasus tersebut.

“Apa yang kita berikan hari ini akan kita sampaikan ke staf Kepresidenan karena mereka yang berwenang,” tegasnya menambahkan.

Sementara itu di tempat yang sama, dari pihak YLBHI,  Julius membeberkan, bahwa ada sedikitnya ada puluhan kasus (49 kasus) yang diduga kriminalisasi, tetapi tetap ditangani oleh pihak Kejaksaan era Prasetyo. Padahal Jaksa Agung mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan jika kasus itu dianggap janggal.

“Apa kaitannya kriminalisasi dengan Jaksa Agung? Kejaksaan di bawah Jaksa Agung memiliki peran signifikan dalam ‘mengendalikan’ perkara sejak awal pemeriksaan oleh Kepolisian,” timpal Julius menambahkan.

Sedangkan Lola dari ICW, menuturkan, Presiden RI Joko Widodo harus mempertimbangkan pergantian Prasetyo.

“Kami menyimpulkan bahwa HM Prasetyo gagal menjalankan mandat sebagai Jaksa Agung dalam menegakkan HAM dan memberantas korupsi di Indonesia. Presiden harus mengganti HM Prasetyo dengan figur lain yang lebih kredibel,” tegas Lola.

Selain desakan untuk mundur, koalisi LSM juga menyampaikan calon pengganti yang cocok untuk Prasetyo. Haris membeberkan,  bahwa seorang Jaksa Agung sebaiknya jangan berasal dari partai politik.

“Pertama, tidak boleh dari partai politik. Kedua, harus orang yang punya keberpihakan terhadap penegakan hukum. Punya pengalaman di isu-isu hukum yang cukup krusial, pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan HAM. Kalau pernah jadi pengacara atau Jaksa, maka kita periksa apakah kasusnya ditangani dengan baik atau tidak,” papar Haris menegaskan.

Ditanya nama oleh pewarta?, Haris mengaku baru akan mengumumkannya beberapa hari ke depan.

“Nama nanti kita lihat beberapa hari ke depan,” kilahnya.

Diberitakan sebelumnya, ketika ditanya tentang isu pencopotan,  Prasetyo mengatakan, bahwa itu bukan urusannya.  Tambahnya, hal itu adalah hak prerogratif Presiden Jokowi.

“Bukan urusan saya, bukan urusan saya (soal isu pencopotannya, red),” kata Prasetyo dengan nada kesal, di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (22/10) lalu.

Artikel ini ditulis oleh: