Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo mengumpulkan para pimpinan bank umum Indonesia di Istana Negara Jakarta, Kamis (15/3).
Presiden yang didampingi oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, menemui para pimpinan bank umum tersebut pada pukul 09.00 WIB.
Dalam kesempatan itu, Presiden mengkritik pertumbuhan kredit perbankan Nasional yang hanya 8,24 persen di bawah target yang disepakati saat pertemuan yang sama pada tahun lalu.
“Tadi Pak Kepala OJK menyampaikan pertumbuhan kredit hanya 8,24 persen. Saya ingat waktu kita berkumpul di sini saat itu target yang diberikan 9-12 persen,” ujar Jokowi.
Kepala Negara menyindir perbankan nasional yang bermain aman dan tidak berani mengambil risiko, sehingga kreditnya hanya tumbuh 8.24 persen.
“Risiko yang sangat besar adalah apabila kita tidak berani ambil risiko. Memang perbankan harus ‘prudent’, harus hati-hati, ya saya setuju,” kata Presiden.
Jokowi mengatakan sudah berkali-kali dirinya alami, kalau tidak berani ambil risiko pasti akan mati dengan sendirinya.
“Ya sudah selesai, dalam bisnis, pasti akan mati atau mungkin pelan-pelan, tapi nantinya juga mati. Sementara kalau kita ambil risiko masih ada kemungkinan kita selamat,” katanya.
Jokowi mengatakan mengambil sebuah keputusan itu merupakan mengambil sebuah risiko, baik di bisnis atau politik.
“Sebagai pimpinan mengambil risiko, mengambil keputusan, ya ambil risiko, dan kalau kita menghindari dari risiko, ya artinya menghindar dari keputusan,” katanya.
Kepala Negara juga mengatakan bahwa main aman pada saat ini yang berada di keterbukaan, kompetisi global yang ketat dan perkembangan teknologi yang cepat berubah merupakan sebuah ilusi.
“Yang ingin saya tekankan di sini adalah yang namanya main aman itu sebuah ilusi, di dunia yang sekarang ini yang begitu sangat dinamis, era keterbukaan, era globalisasi, era teknologi berkembang sangat cepatnya, ndak ada aman, itu tidak ada,” katanya.
Menurut Presiden, perubahan yang terus berubah, tidak ada lagi orang berkata “wait and see” (lihat dan tunggu).
“Kalau seperti itu orang tiap tahun yang akan ‘wait and see’ terus karena akan berubah-ubah terus, karena ketidakpastian itu hampir kita alami, baik di dunia bisnis, baik keuangan, perbankan dan politik,” katanya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: