Jakarta, Aktual.com – Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso, menganggap petugas keamanan penerbangan (aviation security/Avsec) sudah sesuai prosedur operasi standar saat menangani senjata api terkait letusan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang melukai seorang staf “helpdesk” maskapai Garuda Indonesia dan seorang penumpang pada Minggu (22/7).

Agus dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (23/7), menjelaskan personil “avsec” juga telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan benar yaitu mencegah masuknya barang-barang yang dilarang ke dalam cabin pesawat udara.

“Yang dilakukan personil avsec tersebut telah sesuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan dan SKEP 100/VII/2003 tentang juknis penangannan penumpang pesawat udara sipil yang membawa senjata api dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan,” ujarnya.

Dia menuturkan petugas keamanan penerbangan (avsec) adalah personel penerbangan yang berlisensi khusus yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Lisensi tersebut sesuai dengan standar keamanan penerbangan internasional dalam annex 17 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

“Jika ‘avsec’ melanggar aturan, lisensinya akan dicabut dan dia tidak bisa menjadi ‘avsec’ lagi. Namun dalam kasus ini, dari investigasi sementara, ‘avsec’ telah bekerja sesuai prosedur standar operasi sehingga keamanan bandara tetap terkendali. Dan syukurlah masalah ini juga sudah diselesaikan secara kekeluargaan,” lanjutnya.

Menurut Agus, Airport Security Program (ASP) menyatakan bahwa “Ruang pengosongan senjata api berada sebelum counter check in”. Pada SCP ME 5 yang dilalui oleh pelaku peletusan senjata juga telah tersedia fasilitas pengosongan senjata berupa kotak baja berisi pasir.

Fasilitas serupa juga terdapat di SCP ME 1 – 4 dan counter 26 (counter penyerahan security item). Namun tidak berbentuk ruangan khusus pengosongan senjata api.

“Sementara itu lokasi letusan senjata api berada di konter 25 yang bersebelahan dengan konter penyerahan ‘security item’ ,” lanjutnya.

ASP juga menyatakan Personel Keamanan Bandar Udara mendampingi penumpang yang membawa senjata api untuk diserahkan kepada Badan Usaha Angkutan Udara/ Perusahaan Angkutan Udara Asing di check in counter untuk ditangani sebagai security item (ASP 3.1.17.3).

Personel hanya diharuskan menyampaikan kepada penumpang bahwa wajib untuk melaporkan membawa senjata api kepada counter check in dan tidak dilakukan pendampingan.

SOP juga tidak menyatakan untuk melakukan pendampingan di mana penumpang untuk mengosongkan senpi di tempat/ruang pengosongan dilakukan oleh personil “avsec” maskapai.

Pelaku peletusan senjata api memiliki pass bandar udara yang berlaku hingga Agustus 2018 sehingga diasumsikan bukan baru pertama kali menangani senjata api di bandara.

Agus memaparkan, dari laporan kronologi yang diterima, pada pukul 05:55 WIB beberapa orang Protokol Polri memasuki Security Check Point (SCP) ME5 Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Petugas Aviation security (Avsec) yang berjaga mendapati salah seorang Protokol membawa senjata api (senpi).

Lalu personil “avsec” mengarahkan Protokol tersebut untuk melaporkan senpi yang dibawa ke pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia di meja lapor diri (check-in counter).

Sekitar pukul 06.17 wib personil avsec atas nama Doni Susanto yang bertugas di SCP ME5 mendengar suara letusan yang berasal dari konter lapor diri di area island E.

Dirinya mendatangi area sumber suara tersebut dan mendapati seorang staf helpdesk Garuda bernama Ichwanul Hakim Siregar yang bertugas di counter lapor diri no.25 dan penumpang bernama Jenny Matatula mengalami luka dibagian kakinya.

Kedua korban langsung dibawa ke KKP untuk perawatan.

Setelah dilakukan perawatan, petugas helpdesk Garuda sudah membaik dan penumpang a/n Jenny Matatula sudah bisa dipersilahkan onboard dan sudah terbang bersama GA 646 CGK-AMQ.

Kemudian seseorang menghampiri Doni dan diketahui orang tersebut a/n Galuh Apriyana (Protokol Polri).

Galuh menjelaskan pada saat melakukan proses pengosongan senjata api, dia mengira bahwa senpi itu sudah kosong lalu menarik pelatuknya.

Ternyata senjata api tersebut masih berisi satu butir amunisi sehingga meletus dan serpihan proyektil dari amunisinya mengenai orang lain.

Personil “avsec” lalu membawa petugas protokol tersebut bersama staf Garuda keruangan OIC dan melaporkan kejadian ini ke Terminal Chief Security atas nama HM Tobing. Terminal Chief bersama OIC kemudian melakukan pendataan serta meminta keterangan dari Protokol tersebut dan staf Garuda yang bertugas di area konter lapor diri.

Terminal Chief Security berkordinasi dengan pihak Polres Bandara terkait kejadian ini.

Setelah petugas Polres Muhhamad SH bersama beberapa orang provost tiba diruangan OIC, petugas Polres melakukan mediasi terhadap staf Garuda yang mengalami luka.

Kemudian disepakati oleh pihak staf Garuda yang menjadi korban luka bahwa kejadian ini diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak menuntut secara hukum.

Setelah pendataan dan mediasi selesai dilakukan, petugas avsec menyerahkan petugas protokol Galuh Apriyana beserta satu pucuk senjata api, dua buah magazine, 10 butir Amunisi dan satu butir selongsong kepada pihak Polres Bandara Muhhamad SH untuk dilakukan proses lebih lanjut.

“Saya harapkan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di seluruh bandara di Indonesia. Kepada kepala bandara atau petugas yang membidangi Pemeriksaan Penumpang dan Barang, saya instruksikan harus memastikan SOP pengosongan peluru dilaksanakan dengan konsisten dilapangan. Dan aparat berwajib atau masyarakat yang membawa senpi di bandara juga wajib mematuhi aturan keamanan di bandara demi keamanan dan keselamatan semua orang di bandara tersebut,” kata Agus.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: