Jakarta, Aktual.com — Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), I Gusti Nyoman Wiratmadja mengakui pembangunan infrastruktur gas di Indonesia harus dilakukan dengan cara khusus dan berbeda dari negara lain, bahkan tidak bisa meniru negara maju.

Menurutnya, wilayah geografis Indonesia yang merupakan negara kepualuan, membuat tingkat kesulitan pembangunannya menjadi tantangan yang berat.

“Indonesia negara kepulauan, sistem tata kelola gas tidak bisa meniru begitu saja yang dimiliki negara maju atau negara sistem gasnya sudah ada,” kata Wirat pada acara IPA Convention and Exhibition di Jakarta Convention Center, Kamis (26/5).

Namun meskipun tantangannya berat, Indonesia tidak punya pilihan lain selain mempercepat pembangunan infrastruktur karena ada disparitas harga yang cukup jauh.

“Ada ketidakadilan untuk Indonesia dimana untuk harga gas dan infrastruktur yang tidak merata. Kita hanya memiliki infrastruktur di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera dan sebagian Kalimantan Timur. Jadi bagian Indonesia lain belum tersentuh oleh gas,” tambahnya.

Salah satu contoh dari ketimpangan fasilitas gas antar daerah dirasakan di industri keramik, dimana harga keramik industri Jawa Barat dibandingakan Sumatra Utara mengalami perbedaan yang sangat jauh.

Wirat juga mengingatkan selain pembangunan infrastruktur perlu diperhatikan juga masalah cadangan gas yang masih belum aman.

“Neraca gas kita saat ini masih oke, tetapi beberapa tahun kedepan, 2, 3, 4 sampai 5 tahun lagi sudah akan defisit gas yang luar biasa,” papar Wirat.

Padahal menurut Dia gas ini ditargetkan untuk menjadi driver dari pertumbuhan perekonomian.

“Ini tantangan luar biasa utnuk sisi hulu migas, bagaimana kita bisa menemukan cadangan baru dan memproduksikan cadangan baru,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka