Apalagi kondisi saat ini, dikatakan Ketut, dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah. Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal.
Substitusi bahan baku (susu) dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik di pasar domestik maupun pasar ASEAN/Asia.
Meski Permentan 26 tahun 2017 sudah direvisi, regulasi ini telah mendorong semua pihak bahwa kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan peternak pada prinsipnya sangat diperlukan.
“Dengan perubahan Permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningktan populasi dan produksi susu segar dalam negeri,” ungkap Ketut.
Sejak Permentan 26/2017 diberlakukan, proposal kemitraan yang masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari 30 Industri Pengolahan Susu (IPS) dan 88 perusahaan importir dengan nilai investasi Rp751,7 miliar.[ant]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid