Jakarta, AKtual.com – Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipl Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menuturkan tolak ukur ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) perlu dirumuskan kembali karena masih terdapat ruang abu-abu.

“Kita perlu merumuskan kembali tolak ukur ketidaknetralan ASN itu,” ujar dia dalam Forum Merdeka Barat 9 di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (25/6).

Sebagai Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), ia sering mendapat pertanyaan dari ASN, misalnya boleh tidaknya PNS mendengar pasangan calon saat kampanye.

Apabila tidak boleh, tutur Zudan, hak ASN untuk mendengar visi dan misi para calon menjadi dilarang, padahal mereka juga perlu mengetahui sebelum memilih.

“Kalau hanya mendengar tanpa perbuatan aktif mestinya itu bukan bentuk ketidaknetralan. Ini menjadi perdebatan, PNS takut datang ke tempat kampanye dikira pendukung paslon,” kata Zudan.

Secara konseptual, ucap dia, yang disebut ketidaknetralan adalah ketika ASN memiliki motif dan niat untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Jika di lapangna Satpol PP menjaga objek vital di dekat tempat kampanye, semestinya tidak diasosiasikan sedang mengikuti kampanye.

“Perlu satu pemikiran dan tindakan yang sangat jeli untuk memutuskan PNS melanggar atau tidak,” ucap Zudan.

Berbeda apabila PNS ikut membagi sembako dan membawa atribut pasangan calon tertentu, hal tersebut jelas menunjukkan PNS tersebut tidak netral.

Sejauh ini, ia mendapat satu laporan pelanggaran ASN yang tidak netral, yakni kepala dinas dukcapil di wilayah Sulawesi yang ikut membagikan atribut dan telah diberikan teguran.

“Yang disebut tidak netral adalah ketika melanggar larangan utuk ASN, misalnya, larangan dalam kampanye,” ujar Zudan.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: