Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama Pertamina secara tegas menyatakan bahwa Pertamina akan melakukan persiapan yang terbaik untuk bisa memenangkan tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1. Meskipun di tengah jalan PLN merubah skema tender bahan baku gas, ditambah isue tekanan anggota komisaris, Pertamina tetap percaya diri melenggang maju.
Sikap percaya diri dan tegas yang diperlihatkan Dirut Pertamina mengandung makna bahwa telah terjadi egosentris sesama BUMN khususnya di sektor energi terkait proyek 35.000 MW. Padahal menurut UU BUMN nomor 19 tahun 2003 pasal 1 telah jelas diamanatkan tugas dan fungsi BUMN, khususnya kegiatan pembangunan pembangkit listrik yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Seharusnya sesama BUMN bersinergi sesuai Peraturan Presiden nomor 41 tahun 2015,” ujar Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, Yusri Usman di Jakarta, Jumat (1/7).
Pada pasal 4 ayat J untuk Bagan organisasinya Menteri Negara BUMN sudah diperbantukan Staf Ahli Bidang Tata Kelola, Sinergi dan Investasi, dan peran Deputy Bidang Usaha Energi sudah dijelas juga pada pasal 12 dan 13.
Apalagi kalau melihat kebelakang, dari surat edaran BUMN nomor SE-03 /MBU.S/2009 yang ditujukan kepada seluruh Direksi BUMN adalah suatu penegasan saja bahwa pada tanggal 3 September 2008 Kementerian Negara BUMN sudah menerbitkan Peraturan Menteri BUMN nomor 05/MBU/2008 perihal perlunya sinergi antar BUMN dalam menjalankan program Pemerintah untuk dapat mensejahterakan rakyat.
“Munculnya kekisruhan pada tender PLTGU Jawa 1 bisa dianggap bahwa Meneg BUMN Rini Soemarno telah gagal mengatur dan mengendalikan BUMN, akibatnya publik melihat PLN dengan Pertamina dan PT Bukit Asam berjalan sama dengan arah yang berbeda tujuan,” tegasnya.
Terkait pernyataaan Dirut Pertamina, lanjutnya, seolah-olah tidak ada kesan intervensi. Padahal proyek pembangkit listrik 35.000 MW dengan nilai sekitar seribu triliun diduga sebagai balas jasa dalam Pilpres 2014 dan persiapan Pilpres 2019.
“Dirut Pertamina ingin memperlihatkan bahwa sesama BUMN akur akur saja, walaupun dalam prakteknya seperti bumi dengan langit,” jelasnya.
Menurut Yusri, sesungguhnya menjadi aneh kalau ada pihak yang melarang Pertamina untuk berpartisipasi di bisnis energi, sementara Pertamina sudah ikut terjun langsung di sektor hilir bisnis energi melalui anak perusahaan PT Pertamina Geotermal Energy sejak tahun 1974.
“Jauh lebih aneh dan lucu saat Meneg BUMN yang menginisiasi pembentukan Holding BUMN Energi dan Pertamina sebagai lokomotifnya. Bahkan tak tanggung-tanggung, menyeret langsung presiden dalam pengambilan keputusan,” tegasnya.
Publik semakin bingung dengan kebijakan Meneg BUMN yang terkesan tidak konsiten dan tidak jelas peta jalan proses bisnisnya, khususnya BUMN yang bergerak di sektor energi.
“Kebijakan yang tidak konsisten dan tidak jelas ini akan menghasilkan inefisiensi dalam pelayanan di sektor publik dan rakyatlah yang menjadi korbannya,” pungkas Yusri.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka