Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Djarot Subana berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/2/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta, aktual.com – Sekretaris Perusahaan PT Waskita Beton Precast Siti Fathia Maisa Syafurah menyatakan Direktur Utama Waskita Beton Jarot Subana tidak menerima surat panggilan dari KPK pada 9 Maret 2020 ini.

“Pihak PT Waskita Beton Precast menyatakan keberatan terkait pemberitaan berjudul ‘KPK panggil Dirut Waskita Beton Precast, sidik proyek PT WK’, dikarenakan yang bersangkutan tidak menerima panggilan pemeriksaan dari KPK pada 9 Maret 2020,” kata Siti Fathia, dalam suratnya ke redaksi ANTARA, Senin.

Waskita Beton merasa keberatan terkait pemberitaan berjudul “KPK panggil Dirut Waskita Beton Precast, sidik proyek PT WK”.

Dalam pemberitaan tersebut menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Jarot Subana dalam penyidikan kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (WK).

Jarot diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya Fathor Rachman (FR).

“Penyidik hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Jarot Subana sebagai saksi untuk tersangka FR terkait tindak pidana korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Senin.

Selain Jarot, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Fathor, yakni mantan Komisaris PT Aryana Sejahtera Mohammad Hosen dan Ndaru Waskito, pihak swasta.

Dalam penyidikan kasus tersebut, penyidik KPK masih melengkapi berkas perkara untuk tersangka Fathor dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS).

Diketahui, Fathor dan Yuly dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.

Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini.

Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.

Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT WK selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.

Namun selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT WK kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.

Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano