Jakarta, Aktual.com — Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten melakukan penelusuran naskah dan arsip terkait sejarah Kejayaan Kesultanan Banten di dua negara yakni Belanda dan Prancis.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten M Ali Fadilah di Serang, Kamis, mengatakan penelusuran terkait arsip-arsip dan naskah sejarah Banten yang dilakukan Disbudpar Banten bersama tim peneliti dari ‘Bantenologi’, bertujuan untuk melakukan Inventarisasi sejarah Banten di Belanda dan Prancis, untuk menjadi benda koleksi di Museum Banten.
“Di Belanda kami melakukan penelusuran di Perpustakaan Universitas Leiden dan ke Missions Etrangeres To Prancis, di Prancis serta Museum Moyen Age yang mirip dengan istana Kaibon di Banten,” kata Ali Fadilah.
Menurut dia, penelusuran arsip dan naskah ke Belanda dan Prancis tersebut, tujuannya tidak hanya difokuskan pada pencarian sketsa Sultan Ageng Tirtayasa. Namun diarahkan pada data Kesejarahan Banten dalam kategori umum, seperti naskah sejarah Banten, arsip bangunan kolonial, arsip keagamaan, orang-orang haji di Banten, dan arsip orang minoritas di Banten pada zaman dulu.
“Data-data ini untuk melengkapi referensi di dalam memperkaya sumber informasi tentang Banten Lama. Data ini juga akan menjadi koleksi museum Banten yang nantinya diputuskan oleh dewan kurator,” kata Ali Fadilah didampingi dua peneliti sejarah Banten Dr Mufti Ali dan Dr Helmy Fauzi.
Menurut dia, jika arsip sejarah tersebut sudah bisa diterjemahkan dan jika dianggap penting untuk dibaca oleh masyarakat, bisa juga disimpan di perpustakaan daerah untuk mengisi Banten Corner.
“Nanti kan dipilih mana untuk museum, jika dianggap tidak layak untuk museum bisa disimpan di Perpustakaan Daerah,” kata Ali Fadilah.
Sementara itu Ketua Tim Peneliti dari Bantenologi Dr Mufti Ali mengatakan, sejumlah dokumen sejarah Banten yang diambil dari dua negara tersebut diantaranya foto naskah babad Banten, foto sketsa site plant kesultanan Banten, 296 peta dan sketsa masa kesultanan Banten, daftar haji orang-orang Banten pada masa lalu. Kemudian buku-buku tua tentang peperangan Sultan Haji, buku tua abad 16 dan 17 tentang dokumen birokrasi pemerintahan kolonial di Banten awal abad 19 sampai awal abad 20.
“Selama 11 hari di Belanda dan Prancis sejak 30 Mei lalu, kami benar-benar manfaatkan waktu se-efektif mungkin untuk bisa mencari dan mengambil dokumen-dokumen sejarah ini,” kata Mufti Ali.
Selain itu, kata Mufti, diantara naskah sejarah Banten yang nantinya bisa cetak ulang dari hasil foto yakni buku Al-insan Al-Kamil karya Abdul Karim Al-Jilli dengan terjemahan bahasa Jawa Banten setebal 1.749 halaman serta buku tentang ritual pembacaan hadits Bara’at yang biasa dilakukan orang Banten zaman dulu setebal 40 halaman.
“Kami terpaksa dalam satu hari memotret isi buku setebal 1.749 itu. Sebab kalau membeli hasil cetak ulang di sana, harganya cukup mahal,” katanya.
Selain itu, dokumen lain yang dibawa ke Banten yakni arsip-arsip masa kolonial di Banten dalam bentuk ‘micro fisch’ dan sketsa kesultanan Banten gambaran umum tata kota Banten pada zaman dahulu dengan beberapa bentuk perubahan.
“Untuk bisa mencetak dan membaca dokumen dari ‘micro fisch’ ini alatnya hanya dimiliki perpustakaan nasional dan di arsip nasional. Banten sendiri belum punya,” kata Mufti.
Menurut dia, untuk bisa merepro atau mencetak semua dokumen sejarah Banten yang dibawa dari Belanda dan Prancis tersebut, supaya bisa dilihat dan dibaca oleh publik, membutuhkan anggaran sedikitnya sekitar Rp2 miliar.
“Dokumen yang diambil ini hampir semuanya tidak ada di Banten sendiri maupun di nasional. Ini menjadi referensi baru untuk mengetahui sejarah kesultanan Banten,” kata Mufti Ali didampingi Helmi Fauzi.
Artikel ini ditulis oleh: