Jakarta, Aktual.com-Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meminta Majelis Hakim untuk tetap mensita sejumlah barang bukti yang dipakai dalam penanganan kasus dugaan suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution.
Permintaan ini disampaikan saat Jaksa KPK membacakan surat tuntutan untuk Edy. Dimana, dalam penjelasannnya Jaksa KPK menyatakan bahwa beberapa barang bukti itu akan tetap digunakan dalam kasus yang terkait dengan Edy.
Penjelasan ini tentunya menimbulkan pertanyaan baru. Sebab, dalam kasus Edy, pihak penyuap yakni Doddy Aryanto Supeno sudah divonis oleh Majelis. Lantas untuk apa dan siapa barang bukti tersebut?
Pertanyaannya kemudian mengurucut pada satu nama yakni mantan Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro. Pasalnya, nama Eddy Sindoro disebut dalam amar putusan Doddy dan tuntutan Edy sebagai pihak yang memberikan ‘lampu hijau’ untuk menyerahkan sejumlah uang kepada Edy.
Apakah barang bukti tersebut akan digunakan dalam penyidikan atas nama Eddy Sindoro? Hal ini pun coba dikonfirmasi ke Jaksa KPK yang menangani kasus Edy, Dzakiyul Fikri.
Saat ditanya soal ini, Jaksa Dzakiyul menjawab dengan diplomatis. Kata dia memang ada ‘yang lain’, namun ia meminta untuk menunggu sampai pimpinan atau bagian humas yang mengumumkan.
“Kalau perkara yang bersangkutan tentunya ada perkara lain untuk itu. Tunggu itu di kantor (KPK),” tutur Dzakiyul saat ditemui usai sidang Edy, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/11).
Eddy Sindoro diketahui tengah berada di luar negeri. Jikalau memang ia sudah ditetapkan sebagai tersangka, bagaimana upaya KPK?
Dzakiyul pun meyakini bahwa pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin. “Upaya itu tentu akan ke sana. Jadi tim penyidik yang bicara. Iya otomatis. Nanti di kantor tanya itu,” ucapnya.
Untuk diketahui, dalam surat dakwaan baik untuk Doddy atau Edy, nama Eddy Sindoro disebut sebagai pihak yang memberikan izin penyerahan sejumlah uang ke Edy. Uang-uang tersebut terkait penanganan perkara perusahaan Lippo Grup di PN Jakpus.
Pertama, uang Rp1,5 miliar terkait eksekusi lahan terhadap PT Jakarta Baru Cosmopolitan. Pemberian uang miliaran itu untuk menggerakkan Edy agar mengurus perubahan redaksional atau revisi surat jawaban dari PN Jakpus.
Perubahan dilakukan demi menolak permohonan eksekusi lanjutan dari ahli waris berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 232 Tahun 1937 pada 12 Juli 1940 atas tanah yang berlokasi di Tangerang. Selain itu, uang tersebut diberikan agar Edy tidak mengirimkan surat tersebut kepada pihak pemohon eksekusi lanjutan.
Pemberiannya dilakukan setelah Eddy Sindoro menugaskan salah satu anak buahnya, Wresti Kristian Hesti untuk bertemu Edy dan mengurus penundaan eksekusi.
Kedua untuk penundaan proses pemanggilan atau ‘aanmaning’ perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco). Suap untuk Edy sebesar Rp100 juta.
Terakhir terkait uang Rp500 juta untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media.
*M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh: