Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan. (ilustrasi/aktual.com)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kewajiban perusahaan pengembang reklamasi pantai utara (Pantura) Jakarta ihwal tambahan kontribusi jadi polemik utama, hingga mengulur proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerag (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta (RTRKSP).

Sebab selain perhitungan, tambahan kontribusi ini sudah dibayar oleh beberapa pengembang seperti PT Agung Sedayu Grup dan PT Agung Podomoro Land, sebelum Raperda tentang RTRKSP disahkan DPRD DKI Jakarta.

Hal ini juga coba ditanyakan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selaku pihak yang mengusut kasus suap pembahasan raperda tersebut. Dimana, salah satu komisioner yang coba dimintai tanggapan adalah Basaria Penjaitan.

Pertanyaan pertama dari redaksi aktual.com adalah bagaimana pandangan polisi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi terhadap pembayaran tambahan kontribusi pengembang.

Sesuai pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, permintaan pembayaran tambahan kontribusi sebelum pengesahan Raperda RTRKSP, dilakukan dengan menggunakan hak diskresinya sebagai pejabat negara.

Namun sayang, pertanyaan yang dikirim melalui What’s Up pada 16 September 2016 baru dijawab sehari berselang. Terlebih sahutan Basaria tidak menjawab sebagaimana pertanyaan yang dilayangkan.

“Maksudnya apa pak?” jawab polisi bintang dua, melalui What’s Up pribadinya, Senin (19/9).

Mendapatkan jawaban seperti itu, tim redaksi aktual.com kembali memberikan pertanyaan yang sama. Tapi lagi-lagi, balasan Basaria kembali tak menjawab pertanyaan.

“Saya belum dapat info itu,” ucap dia.

Pembayaran tambahan kontribusi diawal memang menjadi pertanyaan menarik bagi pihak DPRD DKI. ‘Penghuni Kebon Sirih’ mempertanyakan apa dasar hukum Ahok meminta seluruh pengembang membayar tambahan kontribusi.

Mantan Wakil Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI, Mohamad Sanusi jadi salah satu anggota yang geram dengan alasan pihak Pemprov DKI saat ditanya soal dasar hukum tambahan kontribusi.

Menurut Sanusi, alasan Ahok Cs yang menggunakan perjanjian antara Pemprov DKI dengan PT Manggala Kriya Yudha (MKY), untuk meminta pengembang membayar tambahan kontribusi tidak masuk akal.

“Kalau anda semua dengan pernyataan pak Gubernur (Ahok), dasar hukum (tambahan kontribusi) adalah perjanjian MKY. Masa perjanjian orang atau perusahaan dengan Pemda dijadikan dasar hukum,” sindir Sanusi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9).

Eks politikus Partai Gerindra ini juga keheranan dengan tambahan kontribusi yang sudah dibayar. Padahal, ada cuitan tajam dari Ahok kepada Kepala Bappeda DKI, Tuty Kusumawati yang berkaitan dengan pembayaran tambahan kontribusi.

Dalam beberapa kesempatan, terungkap adanya rekomendasi dari Balegda DPRD DKI, yang menyarankan agar satu Pasal dalam Raperda RTRKSP mengatur tentang adanya pembayaran tambahan kontribusi diawal.

Menariknya, seiring berkembanganya informasi mengenai proyek reklamasi, pihak DPRD DKI justru membantah telah merekomendasikan Pemprov untuk meminta pengembang reklamsi membayar dulu tambahan kontribusi.

“Yang buat (disposisi) eksekutif, bukan kami DPRD. Saya terima (disposisi itu) di ruang Sekretaris Daerah, ada Tuty, ada pak Heru (Kepala BPKAD Pemprov DKI). Saya sampaikan, ini sudah selesai, jangan buat keruh, jangan diganti-ganti,” ketus Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik saat bersaksi di persidangan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/7).

Seperti diketahui, disposisi tajam yang diberikan Ahok kepada Tuty ialah terkait pasal tambahan kontribusi dalam Raperda tentang RTRKSP, yang menjelaskan Pasal 110 Ayat (5) huruf c yang berbunyi: ‘tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerjasama antara Gubernur dan pengembang’.

Dalam disposisi yang disebut Taufik dibuat oleh Tuti itulah Ahok menuliskan coretan ‘Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi’.(M Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid