Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono - Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono - Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (31/1) kemarin.

Dalam persidangan itu kuasa hukum Ahok menyebut, SBY disebut terlibat percakapan dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin. Ahok menyebut tim kuasa hukumnya memiliki bukti sambungan telepon antara SBY dan Ma’ruf. Atas hal itu, Ahok menyebut Ma’ruf tak lagi pantas menjadi saksi.

“Saya soroti masalah itu. Kalau benar percakapan saya dengan Ma’aruf atau dengan siapa saja disadap tanpa dibenarkan undang-undang, itu namanya penyadapan ilegal,” kata SBY di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (1/3).

SBY menilai, bila penyadapan yang dilakukan oleh kubu Ahok benar adanya itu akan sangat berbahaya dengan kehidupan demokrasi saat ini. Apalagi, itu dilakukan dengan motif politik. Dia pun mengkisahkan dengan kasus skandal Watergate yang menjatuhkan Presiden Amerika Serikat Nixon.

“Masuk aspek hukum masuk dan aspek politik pasti teman-teman ingat skandal Watergate. Memang Presiden dipilih tapi ada penyadapan. Itu makanya Presiden mundur.”

Dalam sidang, Ahok menyebut tim kuasa hukumnya memiliki bukti sambungan telepon antara SBY dan Ma’ruf. Atas hal itu, Ahok menyebut Ma’ruf tak lagi pantas menjadi saksi.

“Dan tanggal 6 jam 10.16 WIB disampaikan pengacara saya ada bukti di telepon minta mempertemukan. Artinya, saudara saksi sudah tidak pantas jadi saksi karena sudah tidak objektif lagi. Ini sudah mengarah mendukung paslon nomor satu,” kata Ahok.

Pernyataan Ahok itu mendapat kecaman dari tim pemenangan Agus-Sylvi. Juru bicara tim pemenangan Agus-Sylvi, Rachland Nashidik mengatakan, pernyataan Ahok tersebut sebagai bentuk politisasi di pengadilan.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu