Medan, Aktual.co — Perusahaan tambang emas PT. Agincourt Resources yang berada di Batangtoru, Tapsel, Sumatera Utara, melayangkan bantahan terkait tudingan yang menyebutkan tidak dilakukannya reklamasi paska ekplorasi tambang.
Bantahan itu sebagaimana surat elektronik dari Manajer Senior Komunikasi Korporat sekaligus juru bicara PT. Agincourt, Katarina Siburian Hardono, yang diterima Aktual.co, pada Senin (16/3) malam lalu.
Dikatakan Katarina, berdasarkan pasal 96 bagian C Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara, penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan pengeloloaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Artinya, lanjut Katarina, bahwa kewajiban untuk melakukan revegetasi dan reklamasi berada ditangan perusahaan. Hal ini dipertegas lagi dalam Bab 2 pasal 2 ayat 1 Permen ESDM no 7 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan.
“Dan Mineral dan Batubara dikatakan bahwa pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib memenuhi prinsip: a) perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan dan b) keselamatan dan kesehatan kerja,” ujar Katharina.
Ditambahkan, soal kewajiban PT. AR yang harus diserahkan ke pemerintah pasca eksplorasi, menurut Katarina kewajiban itu tidak ada. Kewajiban pihaknya, lanjut Katarina hanyalah sebatas melakukan revegetasi di lahan bekas kegiatan eksplorasi.
“Pada tahun 2014, PT. AR telah melakukan pembayaran jaminan reklamasi 11,6 hektar untuk lokasi yang saat ini dilakukan kegiatan penambangan,” sebutnya.
Terkait tudingan tidak dilakukannya pengecekan berkala terhadap potensi limbah di sumur-sumur warga, Katarina juga membantahnya. Menurut dia, pihaknya melalui bagian lingkungan hidup PTAR telah melakukan pemantauan secara reguler.
“Ada pun yang dipantau adalah air permukaan di 30 titik yang pemantauannya dilakukan setiap hari dan air tanah yang pemantauannya dilakukan satu bulan sekali di 10 titik di wilayah tambang martabe dan 4 titik (sumur) di wilayah penduduk, yaitu di Desa Napa, Kelurahan Aek Pining, Desa Telo, dan Desa Wek4,” sebutnya.
Disinggung kembali soal progres reklamasi yang telah dilakukan, Katarina menyebutkan sejauh tidak ada masalah, reklamasi sudah pasti dilakukan karena merupakan kewajiban.
Menurutnya, untuk perkembangan Reklamasi tentu membutuhkan waktu yang relatif lama bagi tanaman untuk bisa kembali seperti semula. Tanaman yang ditanam di lokasi bekas eksplorasi tidak langsung tumbuh menjadi besar dalam waktu sekian minggu.
“Seperti yang dilihat oleh teman-teman JMT. Ketika mereka datang ke lokasi Uluala Hulu pada bulan Desember 2014 lalu, kami baru saja melakukan revegetasi. Sudah tentu yang tampak seperti lahan kosong yang hanya ditumbuhi oleh tanaman yang masih kecil-kecil,” katanya.
“Mengenai status lahannya ada yang masih dimiliki oleh pemilik lahan dan ada yang sudah dibebaskan oleh PT.AR,” tambah Katarina.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Jaringan Monitoring Tambang (JMT), Ali Adam Lubis mengungkapkan bahwa perusahaan tambang emas PT. Agincourt Resources (AR) itu tak melakukan reklamasi paska eksplorasi tambang sebagaimana amanah undang-undang. Itu terungkap, berkat hasil analisis JMT selama dua tahun lebih.
Dikatakan Ali, perusahaan asal Hongkong itu, sebelum berproduksi tahun 2012 lalu, terlebih dulu melakukan eksplorasi tambang di Uluala Hulu, Kecamatan Batangtoru Tapanuli Selatan. Setelah melakukan eksplorasi, ternyata PT AR diduga tidak melakukan reklamasi sesuai aturan.
Dikatakan lagi, pembiaran lahan rusak hingga tak bertuan tentu akan memicu konflik diantara masyarakat. Sebab lahan konsesi yang statusnya milik negara itu, bisa saja menjadi perebutan.
Selain itu, sambung Ali, potensi penguasaan lahan oleh masyarakat akan muncul akibat tak dilakukannya reklamasi. Sebab jika tak direklamasi maka tak ada tanda bahwa lahan itu masih berstatus konsesi dan milik negara.
Dengan begitu, warga akan berbondong-bondong mengklaim lahan tersebut sudah dimiliki warga. Dan, pada masa mendatang setelah lahan itu diklaim warga, bisa saja PT AR akan membeli lahan itu dari warga tanpa harus berurusan dengan negara.
“Buntutnya, yang tadinya PT AR menguasai lahan dengan status konsesi (dikontrakkan oleh negara), maka ke depan PT AR menguasai penuh lahan itu dengan status hak milik karena membelinya dari warga,” jelasnya.
“Ada semacam transaksi lahan di situ. Lahan negara yang tadinya berstatus konsesi, diakali (disiasati) hingga dikhawatirkan menjadi milik PT AR ke depan. Lepaslah lahan negara kita,” tambahnya.
Menurut Ali, dalam proses reklamasi itu seharusnya ada aliran uang yang diterima Pemkab Tapsel dari PT AR. Namun, menurut Ali tidak diketahui apakah dana untuk reklamasi itu diberikan atau tidak.
“Namun kita tak tahu. Jika uang itu ada, ke mana uang itu. Jika tidak ada, maka PT AR jelas melanggar hukum,” katanya.
Tak hanya dua soal itu, dalam RKL dan RPL dijelaskan PT AR wajib mengambil sample-sampel terhadap sumur masyarakat sekitar tambang Martabe setiap tiga bulan sekali.
“Namun hal itu tidak dilakukan PT AR,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















