Jakarta, Aktual.com – Pemerintah secara resmi membubarkan dan menetapkan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang. Salah satu alasan pemerintah adalah, puluhan pengurus dan anggota FPI terlibat tindak pidana terorisme.
Menanggapi hal tersebut, pengacara Front Pembela Islam, Aziz Yanuar menyebutkan, perbuatan ini hanya dilakukan segelintir oknum. Sehingga tidak bisa digenelarisasi secara keseluruhan bahwa FPI terlibat aksi terorisme.
“Itu oknum dan tidak dapat digeneralisir,yang jelas FPI dahulu jelas menentang segala bentuk terorisme dan aksi teror,” kata Aziz kepada RRI, Kamis (31/12).
FPI pun menganalogikan dengan partai politik dengan tindak pidana korupsi. Saat ini, banyak kader partai politik yang terjerat kasus korupsi.
Bahkan, ada satu parpol yang memiliki banyak kader terjerat korupsi. Namun, dia menyebut hal itu tidak bisa digeneralisasi jika parpol tersebut terlibat kasus korupsi yang dilakukan kadernya.
“Jika ada suatu partai banyak anggotanya terjerat kasus korupsi,apa kita dapat generalisir bahwa partai itu menjadikan korupsi jadi tujuannya?” tanyanya.
“Korupsi itu sangat jahat, Indonesia banyak hutangnya malah banyak dana nya dikorup, itu sangat keji dan jahat serta kejam. Bahkan di beberapa negara hal terkait korupsi ini dihukum mati, kenapa tidak dibubarkan pula banyak partai di Indonesia atas alasan tersebut yang jelas banyak kadernya diduga tersangkut kasus korupsi?” jelasnya.
Seperti yang diketahui, pemerintah resmi membubarkan dan menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang. Salah satu pertimbangan pemerintah membubarkan FPI adalah, banyak anggota FPI yang terlibat terorisme.
Dalam SKB tesebut dituliskan, 35 pengurus atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung diduga terlibat dalam tindak pidana terorisme. Sebanyak 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
“Di samping itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i