Febri pun menguraikan peran terdakwa Sofyan sebagai pembantu dalam tindak pidana korupsi.
“Pertama, mempertemukan Eni dan Kotjo dengan Direktur Pengadan Strategis 2 PT PLN dan melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pembangunan proyek PLTU Riau-1. Pertemuan dilakukan di kantor dan rumah terdakwa,” kata dia.
Kedua, meminta pada Direktur Perencanaan PT PLN sebagai jawaban dari permintaan Eni dan Kotjo agar proyek PLTU Riau-1 tetap dicantumkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017-2026.
Ketiga, menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) proyek pada 29 September 2017 sebelum semua prosedur dilalui dan hal tersebut dilakukan tanpa membahas dengan Direksi PLN lainnya. Adapun, PPA secara resmi tertanggal 6 Oktober 2017.
“Padahal, saat PPA ditandatangani belum dimasukan proposal penawaran anak perusahaan, belum ada penandatanganan LoI (letter of intent) belum dilakukan persetujuan dan evaluasi dan negosiasi harga jual-beli listrik antara PLN dengan anak perusahaan atau afiliasi lainnya,” ujar Febri.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin