Sementara terkait pengetahuan terdakwa tentang adanya suap dari Kotjo ke Eni, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyisir bahwa terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim yang mengabaikan sejumlah fakta dan bukti yang muncul di persidangan.

“Di antaranya, adanya dugaan pengetahuan terdakwa tentang suap yang akan diterima oleh Eni dari Kotjo. Hal ini pernah disampaikan terdakwa saat menjadi saksi dalam perkara Eni yang menyatakan bahwa terdakwa diberitahu Eni bahwa Eni mengawal perusahaan Kotjo dalam rangka menggalang dana untuk partai,” kata Febri.

Meskipun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut dicabut atau keterangan diubah, namun Sofyan menyatakan tidak mendapat tekanan atau paksaan dari pihak penyidik.

“Majelis hakim juga tidak mempertimbangkan keterangan Eni yang menyatakan bahwa benar Eni memberitahu Sofyan bahwa ia ditugaskan untuk mengawal perusahaan Kotjo guna mencari dana untuk parpol,” kata dia.

Selain itu, KPK juga mengidentifikasi bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan peran Sofyan dalam mempercepat proses proyek PLTU Riau-1 dengan cara yang melanggar sejumlah aturan.

“Poin-poin ini akan kami matangkan dalam memori kasasi yang disiapkan JPU. Jadi, secara paralel, KPK melakukan analisis terhadap pertimbangan yang disampaikan hakim secara lisan di pengadilan,” ujar Febri.

Ia pun menyatakan sampai hari ini, KPK belum menerima salinan putusan Sofyan secara lengkap dari pengadilan.

“Kami baru menerima petikan putusan saja pada hari yang sama pembacaan putusan. Sebagai catatan, meskipun KPK kecewa dan memiliki pendapat yang berbeda dengan putusan tersebut, namun sebagai institusi penegak hukum KPK harus tetap menghormati kekuasaan kehakiman yang independen dan imparsial,” kata Febri.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin