Jakarta, Aktual.com – Wagub DK‎I Djarot Saiful Hidayat dibuat jengkel oleh lambannya SKPD dan BUMD DKI lakukan inventarisasi aset. Padahal perintah untuk inventarisasi aset sudah disampaikan di saat rapat khusus.

“Yang bikin jengkel mereka lambat. Padahal kita sudah rapatkan,” kata politisi PDI-P itu, di Jakarta, Senin (9/5).

Akibatnya, hingga kini tidak ada perkembangan signifikan dari instansi yang sudah ditugaskan untuk inventarisasi aset. Padahal inventarisasi aset harus dilakukan untuk mengetahui mana-mana saja aset lahan yang dikuasai Pemprov DKI dan mana yang bermasalah. Lalu alat bukti dan perolehannya seperti apa.

“Itu semua harus tercatat,” ujar dia.

Bukti keseriusan inventarisasi aset, Djarot mengatakan bakal turun langsung ke lapangan lakukan pengecekan. Nantinya, hasil temuan akan didata dan dievaluasi.

Data mengejutkan sudah pernah disampaikan Djarot bulan Maret lalu. Saat itu dia membeberkan, dari total nilai aset DKI sebesar Rp200 triliun, ternyata yang terdata baru 37,5 persen persen alias hanya Rp 75 triliun. Kondisi itulah, menurut dia yang membuat banyak aset DKI lenyap begitu saja. “Dihilangkan atau salah mencatat,” ucap dia.

Lemahnya pengelolaan aset Pemprov DKI ini diakui Djarot selalu jadi ganjalan tiap kali dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juga menjadikan posisi Pemprov DKI lemah jika ada urusan sengketa tanah.

Sementara itu, Sekretaris Komisi C DPRD DKI James Arifin Sianipar pernah berpendapat carut marutnya inventarisasi aset salah satunya diakibatkan oleh seringnya bongkar pasang pejabat oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). “Sering ada pergantian SKPD di eksekutif (Pemprov DKI). Jadi mengganggu proses inventarisir,” ujar dia kepada Aktual.com, akhir April lalu.

Selain itu, buruknya koordinasi internal Pemprov DKI juga turut mempengaruhi. Salah satu akibatnya, kata politisi NasDem ini, banyak pihak swasta dan pengembang yang mengemplang kewajiban menyerahkan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum).

Dampak lainnya, aset Pemprov DKI tidak bertambah. Contoh: pelayanan publik, seperti perbaikan sarana dan prasarana tidak bisa dilakukan karena masih menjadi milik swasta dan pendapatan asli daerah (PAD) tidak bisa didongkrak.

Dengan kondisi inventarisasi aset yang masih amburadul hingga kini, patut diingat jika saat masih menjadi Plt Gubernur di 2014 lalu, Ahok berani-beraninya setengah memaksa agar seluruh aset negara yang ada di Jakarta dikelola Pemprov DKI. Padahal DKI sendiri limbung dalam mengurus asetnya sendiri.

Usulan itu masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Pemerintah pusat harus mau menyerahkan pengelolaan aset kepada Pemprov DKI agar tidak ada lagi yang bilang ini tanggung jawab pusat, ini tanggung jawab DKI,” kata Ahok, 22 Juli 2014 lalu.

 

Artikel ini ditulis oleh: