Jakarta, Aktual.com – Hubungan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, belakangan mulai longgar. Pasalnya, banyak kebijakan yang dikeluarkan mendapat komentar yang miring.
Misalnya, Djarot mengkritik kebijakan yang mengharuskan Ketua RT/RW di ibukota melaporkan kinerjanya melalui aplikasi Qlue, sebagaimana diatur dalam SK Gubernur DKI No. 193/2016.
“(Aturan) ini akan kami kaji ulang, memang memberatkan. Lurah ini manajer wilayah. Pokoknya, sekarang lapornya ke lurah saja (daripada Qlue),” ujarnya, Jumat (15/4) lalu.
Pada kesempatan berbeda, bekas Wali Kota Blitar itu juga melayangkan kritik atas kebijakan Pemprov DKI lainnya, tingginya anggaran tunjangan kinerja daerah.
“Setahun bisa menghabiskan Rp18,6 triliun, sudah termasuk dengan gaji PHL (Pekerja Harian Lepas),” bebernya. Apalagi, tingginya TKD tersebut tak berbanding lurus dengan harapan, menekan korupsi.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini, juga menyoroti keberadaan Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Baginya, ‘pasukan oranye’ tersebut mematikan budaya kerja bakti di lingkungan warga dan masyarakat menjadi ketergantungan.
“Nanti kalau lingkungannya enggak tertangani (PPSU), lapor. Kalau lapor, lurahnya yang kena, ya jangan dong. Kalau masalah lokal, itu selesaikan sendiri kan bisa toh?” ucapnya.
Megaproyek pembangunan 17 pulau buatan turut dikritik Djarot. Baginya, reklamasi tidak mendesak untuk direalisasikan dalam waktu dekat dan berbeda dengan yang dilakukan Singapura.
Alasan lainnya, penimbunan pasir demi membuat daratan anyar tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan. “Tanya saja pada ahli lingkungan hidup, ada enggak dampaknya pada hutan mangrove,” yakin eks anggota DPR ini.
Artikel ini ditulis oleh: