Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum Djoko Edhi S Abdurrrahman menilai, jika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak segera diberhentikan dari gubernur DKI pasca menjadi terdakwa kasus penistaan agama bakal berimplikasi hukum serius kepada Presiden Presiden Joko Widodo.

Khususnya, dalam konteks politik hukum. Pasalnya, Presiden adalah kepala negara dan juga kepala pemerintahan. “Kedudukan itu adalah status kelembagaan dan bukan personal. Lembaga kepresidenan dalam ketentuan konstitusi memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menjalankan hukum dan pemerintahan,” ujar Djoko di Jakarta, Minggu (12/2).

Demikian pula kedudukan semua warga negara adalah sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Tentunya, seorang Presiden harus menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan sebagaimana yang disebut dalam sumpah jabatannya.

“Apabila Presiden tidak mematuhi hukum atau memberlakukan hukum secara berbeda (discriminatory ) dalam suatu kasus, maka hal ini merupakan pelanggaran sumpah jabatan dan akan berimplikasi yuridis serius dalam perspektif hukum tata negara,” kata mantan anggota Komisi III DPR RI ini.

Ringkasnya, lanjut Djoko, apabila Presiden Jokowi tidak menjalankan perintah undang-undang untuk memberhentikan Ahok sebagai Gubernur DKI, maka hanya ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, proses impeachment akan bergulir sebagai proses hukum tata negara.

“Langkah ini bergantung dari konstelasi politik di DPR yang akan mengajukan usul pemberhentian Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

Langkah ini, tentunya didahului permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran hukum. “Hal ini tentunya merupakan proses yang panjang dan berliku.”

Kedua, terbukanya alasan politik untuk terjadinya gerakan sosial yang menuntut Presiden untuk mundur dari jabatan. “Atau softly movement agar Presiden menegakkan hukum secara adil (fairness).”

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu