Jakarta, Aktual.com — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi menyebutkan, data nama-nama yang beredar di Panama Papers dari Mossack Fonseca, bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.
Pasalnya, data itu relatif tidak lengkap, sehingga pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak dapat mengejarnya. Padahal mereka adalah orang-orang yang diindikasi mengemplang pajak dan pencucian uang.
“Wong datanya (Panama Papers) tidak lengkap kok. Lebih lengkap data yang dimiliki kami,” tutur dia di salah satu acara di Jakarta, Rabu (13/4).
Menurutnya, salah satu data yang tidak ada di Panama Papers adalah jumlah uang yang terdapat di Panama Paers itu.
“Kalau data di DJP lebih lengkap. Kami miliki nama-nama orang yang memiliki jumlah uang tertentu, ada emailnya, dan jumlah SPV -nya (special purpose vehichal),” tandas dia.
Bahkan nama-nama tersebut, kata Ken, tidak hanya ada di satu negara surga pajak atau suaka pajak (tax havens), melainkan ada di 18 negara tax havens.
“Data yang saya kantongi ada di 18 tax havens countries. Tidak hanya Panama, tapi juga ada Singapura, Cook Island, Cyman Island, dan lainnya,” tegas Ken.
Bagi pihak DJP, semua data bisa digunakan, termasuk Panama Papers ini. “Yang jelas data itu bisa kami gunakan selama ada obyek pajaknya,” kata dia.
Namun demikian, Ken enggan untuk menyebut nama-nama yang ada di data tersebut, baik data di DJP atau data Panama Papers, yang sekarang sebagai pejabat negara, seperti menteri.
“Datanya saya tidak mau buka ke publik,” cetus dia.
Disebut-sebut banyak nama pejabat saat ini yang ada di Panama Papers. Salah duanya, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis.
Lebih jauh Ken menegaskan, uang milik warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri itu berjumlah sangat besar. Makanya pemerintan sangat membutuhkan aturan Tax Amnestu.
“Jumlahnya di atas PDB (Produk Domestik Bruto) kita. Tapi sayangnya, kita tidak punya tax treaty dengan negara tersebut,” tegas Ken. PDB Indonesia sendiri, saat ini berjumlah sekitar Rp11.400-an triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan