Jakarta, Aktual.com – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyayangkan insiden pelarangan pembacaan dan diskusi naskah teater bertemakan ‘Keluarga 1965’ di program Festival Teater Jakarta (FTJ) yang digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Pelarangan yang dikeluarkan pihak Polda Metro Jaya itu ternyata berdasarkan surat yang lebih dulu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI.

Ketua DKJ Irawan Karseno menegaskan menolak pelarangan itu. “Karena kami Dewan Kesenian Jakarta sudah puluhan tahun dan menjadi representasi sekaligus lambang bahwa kami sudah cukup matang mengkurasi karya kami sendiri,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.com, beberapa hari lalu.

Diakuinya, memang ada pihak-pihak tertentu di FTJ yang tidak setuju dengan adanya pembacaan naskah terkait tragedi 1965. Mereka menganggap pembacaan naskah itu seperti memasukkan unsur politik atau ideologi komunis ke kawasan TIM.

Irawan mengaku heran dengan masih adanya anggapan-anggapan semacam itu yang berkembang di kalangan seniman. Harusnya, ujar dia, kalau ada kalangan penggiat teater yang tidak setuju dengan pembacaan naskah ‘Keluarga 1965’ bisa menyampaikan dengan cara yang lebih baik.

“Sehingga akan membuat kaya wacana di masyarakat. Tapi kalau sampai tidak puas juga dan mereka merasa tersinggung, silahkan dibawa ke pengadilan,” ucap dia.

Ditegaskan dia, tidak boleh suatu kekuatan di kesenian melarang kesenian yang lain. Pernyataan itu, ujar dia, sebenarnya sudah disampaikan ke pihak Polda Metro. Namun pihak kepolisian ternyata tetap ngotot tidak mau ada pertentangan di penyelenggaraan FTJ.

Sampai akhirnya keluar surat dari pihak kepolisian pada tanggal 8 Desember yang berisi perintah untuk membatalkan acara. “Tentu saja kita menolak. Saya sampaikan ke kepolisian bahwa perbedaan pendapat hal yang biasa. Jaman dulu perbedaan pendapat di kalangan senimah sangat elegan, seperti Sujoyono (pelukis) dulu,” ucap dia.

Ditegaskan kembali olehnya, pihak DKJ, maupun FTJ tidak ada sama sekali kepentingan membangkitkan sebuah ideologi. “Kami bicara tragedi kemanusiaan. Saya kira teater klasik juga banyak kok bicara tragedi kemanusiaan dari intrik politik seperti mahabrata. Untuk politik, coba kita lihat karya WS Rendra juga sangat politis. Jadi saya pikir sangat wajar kok,” ujar dia.

Dia menduga, kekhawatiran pihak yang menentang disebabkan adanya angka ‘1965’ yang hingga kini masih menjadi semacam ‘hantu’ di kalangan masyarakat dan ternyata juga di kalangan seniman.

Sebagai bentuk tidak terima atas adanya intervensi polisi dalam pementasan acara itu, pihak DKJ pun menyurati Presiden Joko Widodo, Kemendikbud dan Gubernur DKI.

“Kami mencegah intervensi negara menolak intimidasi kebebasan dari kepolisian yang tidak profesional. Meski cepat tanggap tapi mereka salah arah. Harusnya yang dijaga yang demo dong, bukan malah melarang acara itu,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: