Jakarta, aktual.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu untuk lima perkara di Ruang Sidang DKPP, Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (20/6). Lima perkara ini yaitu perkara nomor 96-PKE-DKPP/V/2019; 98-PKE-DKPP/V/2019; 99-PKE-DKPP/V/2019; 100-PKE-DKPP/V/2019; dan 127-PKE-DKPP/VI/2019.

Namun, sidang pemeriksaan berlangsung singkat. Pasalnya, semua Teradu kelima perkara tersebut absen. “Teradu masih ada persidangan yang lain sampai jam 5 pagi tadi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan asas persidangan, yaitu saling didengar dan mendengar, kami memutuskan menunda sidang ini,” ketua Ketua DKPP, Dr. Harjono yang menjadi Ketua majelis, seperti dikutip dari laman resmi DKPP di Jakarta.

Teradu dari lima perkara di atas terdiri dari tujuh orang, enam orang dari KPU RI dan seorang dari Bawaslu RI. Enam orang Teradu dari KPU RI yaitu Arief Budiman (Ketua), Pramono Ubaid Tantowi, Wahyu Setiawan, Ilham Saputra, Viryan dan Wahyu Setiawan (Anggota KPU RI). Sedangkan seorang Teradu dari Bawaslu RI adalah Ketua Abhan.
“Persidangan yang lain” seperti yang dimaksud adalah sidang sengketa Pilpres 2019 yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.

Harjono menambahkan, sidang akan dilanjutkan pada 27 Juni 2019. Namun, para Pengadu yang diwakili kuasa hukumnya menyesalkan ketidakhadiran para Teradu. Mereka pun meminta kepada majelis untuk mendesak Teradu untuk hadir dalam sidang selanjutnya.

Perihal ketidakhadiran para Teradu, Sekretaris Persidangan, Osbin Samosir menyatakan bahwa DKPP telah mengirim surat panggilan kepada semua teradu lima hari sebelum persidangan. Enam Teradu dari KPU RI, kata Osbin, telah membalas surat panggilan dengan memohon untuk menunda persidangan. Balasan serupa juga didapat DKPP dari Ketua Bawaslu RI, Abhan selaku Teradu yang lain.

“Kemudian DKPP mengirim surat yang menolak untuk mengabulkan permintaan Teradu sehingga sidang akan tetap berjalan pada hari ini,” tegas Osbin.

Di tempat yang sama, anggota majelis Ida Budhiati menjelaskan mekanisme persidangan dalam sidang DKPP. Ia mengatakan, pertanggungjawaban dalam sidang DKPP bersifat pribadi, bukan institusional. Sehingga para kehadiran Teradu dalam sidang tidak dapat diwakilkan. Hal ini, tegas Ida, sesuai dengan Pasal 458 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Ia pun memastikan kepada para Teradu bahwa DKPP tidak akan mengabaikan lima perkara ini dengan alasan apa pun karena DKPP memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memeriksa ataupun memutus suatu perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dalam waktu yang tidak begitu lama.

“Karena semakin lama menunda suatu perkara, lembaga peradilan itu sama dengan menunda keadilan,” jelas Ida.

Ia menambahkan, kalau pun para Teradu kembali absen dalam sidang kedua, hal ini akan menjadi penilaian tersendiri bagi majelis terhadap Teradu.

“DKPP punya otoritas untuk melakukan penilaian karena ruang lingkup DKPP itu ada pada wilayah etik, attitude, sikap,” tutur Ida.

Sementara itu, dalam Pasal 458 ayat (5) UU Pemilu disebutkan bahwa DKPP dapat segera membahas dan menetapkan putusan tanpa kehadiran Teradu apabila Teradu tidak memenuhi dua panggilan DKPP tanpa alasan yang dapat diterima.

Lima perkara dalam sidang ini sendiri diadukan oleh Jims Charles Kawengian (perkara 96-PKE-DKPP/V/2019), Moh. Taufik (98-PKE-DKPP/V/2019), Ridwan Umar (99-PKE-DKPP/V/2019), Muhidin Jalih (100-PKE-DKPP/V/2019) dan Zaenal Abidin (127-PKE-DKPP/VI/2019).

Kelima perkara tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu pada Pemilu 2019. Masing-masing dari kelima perkara tersebut melibatkan KPU RI sebagai Teradu dalam setiap perkaranya. Sedangkan Ketua Bawaslu RI, Abhan menjadi Teradu pada perkara 100-PKE-DKPP/V/2019.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin