Ist

AKTUAL.COM, BANDUNG-Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Jawa Barat menggelar kegiatan “Tadarus Radikalisme” dalam rangka mendiskusikan dan membedah buku berjudul “Dakwah Intrepreneurship Ala JK; Solusi Masjid, Kemakmuran Umat dan Radikalisme”, Senin (13/6) di Kantor PW DMI, Kawasan Buah Batu, Bandung, Jawa Barat.

Hadir dalam kegiatan yang diakhiri buka bersama tersebut sekitar 90 utusan dari Pimpinan Daerah (PD) DMI Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, pengurus PW DMI Jabar, dan ibu-ibu pengurus Badan Koordinasi Majelis Taklim (BKMM), lembaga otonom PW DMI Jawa Barat. Sementara bertindak sebagai narasumber adalah penulis buku, Hery Sucipto, dan Wasekjend MUI Pusat, Dr. Amirsyah.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua PW DMI Jabar, Prof Dr Dadang Kusnadi, menyambut baik penyelenggaraan kegiatan diskusi dan bedah buku. Menurutnya, kegiatan tersebut sangat penting terlebih dilaksanakan di bulan suci ramadhan.

“Ini moementum yang sangat baik, di bulan suci kita melaksanakan kajian dan mendiskusikan tentang berbagai gagasan ketua umum kita, Pak Jusuf Kalla, sebagaimana ditulis dalam buku ini. Kami berharap kegiatan ini bermanfaat dan dapat memberikan pencerahan terutama bagi kita semua, para pimpinan DMI se-Jawa Barat,” ujar Dadang.

Dalam pengantarnya, penulis Hery Sucipto menegaskan, buku yang ia tulis tersebut merupakan ikhtiar untuk menyebarkan dan mensosialisasikan gagasan dan pemikiran dari Ketua Umum DMI yang juga menjabat Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla.

“Saya berkesempatan mengenal lebih dekat dengan Pak JK. Dalam berbagai kesempatan, baik terbatas maupun banyak kalangan, selalu muncul gagasan dan ide-ide brilian dari Pak JK. Maka amat sayang jika dilewatkan begitu saja. Inilah antara lain misi saya menulis, yakni menyebarkan dan menebarkan gagasan positif dan inspiratif Pak JK,” ujar Hery.

Ia menjelaskan, ada tiga tema besar yang dibahas dalam karyanya tersebut, yakni masalah intrepreneurship, upaya mengelola dan memakmurkan masjid dan umatnya, serta upaya penanggulangan masalah radikalisme dan terorisme.

Dalam pandangan alumni Universitas Al-Azhar, Mesir ini, sering kali JK melontarkan gagasan yang sangat maju dan sama sekali tidak terpikirkan oleh kita. Gagasan Wapres tersebut, kata Hery, juga tergolong out of the box, keluar dari pakem yang ada.

“Gagasan dan ide Pak JK selalu menekankan pada aspek realita dan asas manfaat bagi masyarakat. Ia misalnya menggagas memakmurkan masjid melalui pemberdayaan ekonomi umat, peningkatan kualitas berislam dan dakwah melalui penataan akustik masjid, serta pemberdayaan kemajuan IT untuk mendukung syiar Islam, dengan beragam konten yang sama sekali tidak terpikirkan dalam program pengurus,” jelas Hery.

Dalam kaitan radikalisme, sebagaimana dipaparkan dalam buku, Wapres JK menjelaskan, radikalisme adalah persoalan pemahaman yang sempit serta kondisi sosial ekonomi yang berhimpitan, menyebabkan orang mengambil sikap pintas melakukan tindakan yang merugikan orang banyak melalui teror dan bom bunuh diri.

“Ini persoalan krusial dan multi dimensi. Penanganannya pun harus multi sektoral. Memang tidak mudah, karena di satu sisi menyangkut pemikiran, yakni pemahaman agama yang sempit, di sisi lain terkait dengan kondisi sosial, yakni kemiskinan dan ekonomi yang lemah. Dua faktor itu membuat radikalisme dan terorisme mudah muncul,” ujar Staf Khusus Kepala BNPT tersebut.

Oleh sebab itu, lanjut Direktur Pusat Kajian Timur Tengah & Dunia Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini, masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat, khususnya ibadah, tidak boleh menjadi tempat menebar kebencian dan paham-paham radikal.

Sementara itu, Wasekjend MUI Pusat, Dr Amirsyah Tambunan menegaskan bahaya radikalisme bagi kehidupan sosial dan beragama. Menurutnya, radikal dalam artian sesungguhnya sebenarnya positif. Karena beragama secara radikal dalam positif, berarti taat melaksanakan perintah dan ibadah dengan baik dan benar.

“Akan tetapi, radikal juga punya makna negatif, yakni ketika disalahgunakan untuk kepentingan dan tujuan negatif yang merugikan kehidupan. Misalnya, agama dijadikan pembenaran untuk membunuh orang kafir karena ada perintah untuk membunuh, tapi kelompok radikal tidak membaca dan mengesampingkan sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat serta kaitannya dengan ayat lainnya. Ini sangat berbahaya karena memakai ayat sepotong-sepotong sesuai kepentingannya sendiri,” jelas Amirsyah.

Dalam pandangan dosen UIN Syahid Jakarta tersebut, paham radikalisme dimaksudkan oleh kelompok-kelompok penganutnya untuk melaksanakan agama secara sempit, hanya mementingkan kelompok tersebut saja. Mereka lupa, kata Amir, bahwa Islam sangat mengutuk dan mengecam tindakan jihad yang salah kaprah seperti bunuh diri dan melakukan perampokan juga peledakan bom.

“Islam sangat menjunjung kehidupan, memelihara dan melestarikan ekosistem sosial. Demikian pula dengan agama lain. MUI sendiri dalam fatwanya mengharamkan terorisme. Jadi kalau ada sekelompok orang yang dengan dalih agama melakukan pengeboman dan tindakan terorisme lainnya, maka orang itu sangat patut dipertanyakan keislamannya. Yang seperti ini bahaya dan perlu mendapatkan pembinaan intensip,” demikian Amir.

Oleh sebab itu, ia meminta para pimpinan Dewan Masjid di Jawa Barat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap gerakan-gerakan radikal. Dalam amatannya, Jawa Barat termasuk wilayah yang banyak terdapat kelompok-kelompok radikal maupun yang berpotensi menjadi radikal.

“Pemerintah, dalam hal ini aparat dan BNPT, sudah bekerja keras melakukan tugasnya. Ini perlu kita dukung dan harus sinergi dengan semua pihak dalam pengatasi masalah radikalisme dan terorisme. Tanpa kebersamaan dan sinergitas, sulit rasanya membasmi paham-paham dan gerakan radikal serta terorisme,” lanjutnya.

Fungsionaris PP Muhammadiyah ini juga mengingatkan umat Islam, khususnya yang hadir, agar berhati-hati dan waspada dengan apa yang disebut sebagai proxy war, yakni perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Kelompok radikal, kata dia, sangat mungkin dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mengadu domba dan menghancurkan umat islam dari dalam.

Terkait dengan gerakan kemandirian yang digagas Wapres Jusuf Kalla, Amir mengapresiasi dan mendukung penuh apa yang dilakukan tokoh asal Bugis tersebut. Menurutnya, JK adalah sosok yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, serta mengabdikan kepada umat dan bangsa melalui gerakan dan gagasannya memakmurkan umat. “Upaya Pak JK harus kita dukung. Umat butuh kemandirian, karena jika mandiri dan mampu secara ekonomi, dapat melakukan syiar dengan maksimal,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs