Jakarta, Aktual.com — Angka kejadian epilepsi saat ini berdasarkan data dari International League Againts Epilepsy (ILAE), sekitar 60 juta orang menderita. Di negara berkembang, prevalensi epilepsi berkisar 3,5-10,7/1000 orang dengan insiden rata-rata 24-53/100.000 orang pertahun.
Terkait dengan hal tersebut, di tahun 2015, ILAE bersama dengan The international Bureau for epilepsy (IBE) mencanangkan Hari Epilepsi Internasional yang diperingati pada setiap hari senin kedua di bulan Februari. Adapun peringatan tersebut tengah dilakukan di 120 negara agar meningkatkan kepedulian kita terhadap penyakit epilepsi dan dampak psikososialnya.
Oleh sebab itu, Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) didukung oleh PT Abbott Indonesia melalui hibah pendidikan tak terbatas (unrestricted educational grant) menyelenggarakan seminar kesehatan bertajuk ‘Yes I Can: Kita pasti bisa, Kita hatus bisa!’, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (23/03).
Disampaikan oleh Dr Irawati Hawari, SpS yang merupakan Ketua YEI memaparkan pada seminar media, apa itu epilepsi.
“Epilepsi adalah salah satu oenyakit neurologi menahun yang dapat yerjadi pada semua orang tanpa batasa usia, jenis kelamin, ras, maupun status sosial-ekonomi,” ujar Dr Ira.
Lebih lanjut, dokter Ira memaparkan, bagaimana suatu serangan epilepsi terjadi. Seperti, kejang-kejang atau perubahan tingkat kesadaran.
“Serangan epilepsi, terjadi aktivitas listrik abnormal di otak, dengan bentuk manifestasi berupa serangan kejang, atau bentuk lain seperti perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran, dan perubahan lainnya yang hilang timbul, baik terasa atau terlihat,” kata dokter Ira menerangkan.
Ira kembali memaparkan bahwa gangguan listrik di otak manusia dapat disebabkan karena beberapa hal. Misalnya, kerusakan jaringan seperti tumor otak, cedera kepala, atau sisa dari suatu penyakit seperti infeksi otak , gangguan pembuluh darah diotak, cacat lahir, dan kelainan genetika.
Artikel ini ditulis oleh: