Jakarta, aktual.com – Dokter spesialis telinga hidung, tenggorok, dan bedah kepala leher lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dr. Dionisia Vidya, Sp.THT-KL menyebutkan alasan kanker laring bisa memunculkan gejala suara parau karena letak kanker berada di pita suara.

“Otomatis kalau misalnya ada kanker di pita suara, gejala pertama adalah suara parau dan paraunya cenderung progresif karena pita suaranya sudah terganggu,” kata dia melalui seminar daring yang dipantau di Jakarta, Senin (26/2) malam.

Laring merupakan saluran yang menghubungkan tenggorokan dengan sistem pernapasan dan berfungsi membawa udara menuju ke trakea. Bagian ini dikatakan sangat penting untuk keberlangsungan proses menelan, bicara, dan bernapas

Menurut Vidya yang berpraktik di RSUD Pasar Minggu itu, pita suara merupakan lokasi tersering ditemukannya kanker laring ketimbang dua area lain, yakni di atas dan bawah pita suara.

Lebih lanjut terkait dengan gejala, kanker pada bagian pita suara apabila bertambah besar, dapat memunculkan gejala sesak napas dan gejala lain berupa sulit menelan.

“Kalau kankernya makin bertambah besar, gejalanya sesak napas pada pasien, lalu makin lanjut dia. Di belakang pita suara adalah saluran makan maka mulai makin sulit menelan,” jelas Vidya.

Vidya mengatakan bahwa sel kanker cenderung bersifat rapuh sehingga mudah berdarah. Oleh karena itu, pasien kanker laring bisa mengalami batuk berdarah atau mengeluarkan dahak bercampur darah.

Selain gejala, Vidya juga membahas kanker laring yang lebih banyak dialami pria ketimbang wanita walau tidak menutup kemungkinan kaum hawa pun bisa terkena masalah kesehatan ini.

Sementara itu, dari sisi usia, umumnya dialami mereka yang berusia lanjut.

Dari sisi faktor risiko terjadinya kanker laring, dia menyebut rokok dan alkohol menjadi dua di antaranya.

Terkait dengan angka kejadian kanker laring, Vidya tak menyebut spesifik angkanya. Namun, dia mengatakan bahwa di dunia kanker ini menduduki urutan pertama sebagai kanker kepala dan leher yang paling banyak ditemukan.

“Akan tetapi, di Indonesia tidak sesering kanker nasofaring,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain