Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Kurs rupiah pada pembukaan Kamis (21/1) pagi menguat 50 poin dari penutupan sore kemarin dan berada di level Rp13.914/USD.

Kurs dolar AS diperdagangkan bervariasi terhadap mata uang lainnya di New York, di tengah penurunan tajam ekuitas AS dan harga minyak.

Di sisi ekonomi, Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk semua konsumen perkotaan menurun 0,1 persen pada Desember disesuaikan secara musiman, Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan Rabu.

Namun, indeks untuk semua item tidak termasuk makanan dan energi atau IHK inti naik 0,1 persen pada Desember, kenaikan terkecil sejak Agustus.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,12 persen menjadi 99,138 pada akhir perdagangan.

Laju nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada perdagangan hari ini, diperkirakan akan melanjutkan tren depresiasi, seiring adanya sentimen negatif dari IMF terkait koreksi pertumbuhan ekonomi global.

“Tren pelemahan yang terjadi pada Rupiah dapat dimungkinkan kembali berlanjut, jika tidak ada intervensi dari peningkatan volume beli,” kata analis PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada dalam analisis hariannya, Kamis (21/1).

Terlebih lagi, lanjut dia, pergerakan yuan yang masih dalam kecenderungan melemah dan dollar AS  terus menguat, maka kondisi ini akan semakin menekan laju rupiah.

Meski negitu, lanjut Reza, NH Korindo berharap adanya penguatan rupiah, agar depresiasi tidak semakin dalam. “Tetap waspadai jika tren pelemahan kembali terjadi,” imbuhnya.

Dia memperkirakan, hari ini pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan mengalami pelemahan terbatas dengan target support di level 14.040, sedangkan resisten di posisi 13.815.

Dia menyebutkan, dirilisnya proyeksi International Monetary Fund (IMF) yang mengoreksi pertumbuhan ekonomi global membuat sejumlah mata uang di Asia melemah.

“IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini, sehingga memicu pelaku pasar untuk melakukan aksi jual terhadap beberapa valuta asing,” kata Reza.

Di sisi lain, lanjut dia, pelemahan harga minyak mentah dunia di level terendah masih menjadi rentetan sentimen negatif bagi beberapa mata uang negara berkembang.

Untuk itu mata uang Indonesia itu masih sejalan dengan yuan, sempat melemah di area Rp13.900-an sebelum akhirnya mampu kembali naik tipis. “Sehinggs pelemahan ini seiring dengan pesimisnya pelaku pasar terhadap keadaan ekonomi, mereka pun lebih memilih memegang dollar AS,” pungkas Reza.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan