Petani memetik bunga tembakau sebagai salah satu bentuk perawatan di kawasan Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta, Senin (2/11). Petani mengaku saat ini harga tembakau turun dibanding panen sebelumnya dari Rp 170.000 menjadi Rp 150.000 per kg menyusul permintaan dari perusahaan rokok yang berbanding terbalik dengan melimpahnya hasil panen. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pd/15.

Jakarta, Aktual.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, ‘pembunuh’ petani tembakau bukan regulasi, kenaikan cukai atau kampanye anti rokok. Melainkan akibat dominasi impor tembakau.

“Tercatat saat ini impor pertembakauan mencapai 60 persen,” kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, dalam acara diskusi bertajuk ‘Harga Rokok Naik Untuk Siapa?’, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/8).

Impor tembakau, kata dia, dilakukan perusahaan-perusahaan rokok besar seperti Sampoerna dan BAT Bentoel. “Lalu keuntungannya dibawa keluar negeri, penyakitnya ditinggal di Indonesia dan diobati pemerintah melalui BPJS,” sindir dia.

Menurut Tulus, mata rantai inilah yang harus dikritisi. Sehingga RUU pertembakauan seharusnya mengatur secara tegas atas impor tembakau. “Untuk menyelematkan para petani tembakau yang berdasarkan data BPS ternyata paling buruk haknya,” ujar dia. (Novrizal S)

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang