Jakarta, Aktual.com – Persoalan data pemilih dianggap berpotensi jadi isu krusial di Pilkada DKI 2017. Mengingat mobilisasi warga Jakarta cukup tinggi. Sehingga diperkirakan bakal menyulitkan pendataan jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Bahkan DPT yang dipakai nanti diragukan sesuai kondisi riil.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan salah satu permasalahan DPT adalah terkait domisili warga korban penggusuran. “Di pilkada lalu juga jadi soal,” kata dia, dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/2).

Warga yang jadi korban gusuran namun tidak mendapat tempat relokasi, diyakini Jeirry, masih berdomisili di Jakarta. “Ini akan jadi soal pemerintah, karena kalau berdasarkan administrasi mereka terdaftar dalam data lama, sehingga tidak mungkin terdata kembali,” kata dia.

Jerry juga mengkritisi sistem pendataan yang populasinya diambil dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI. Kemudian diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lalu diberikan ke KPU dan akhirnya diterima KPU daerah. “KPU seolah bertanggung jawab dengan validitas data. Padahal, dalam Undang-Undang jelas, KPU mulai pada tahap tertentu,” papar dia.

Ditambah lagi persoalan pemutakhiran data yang selalu dilakukan jelang pilkada digelar. “Problemnya jadi kejar target,” imbuh dia.

Sepatutnya, ujar dia, sistem pendataan pemilih mengadopsi kebijakan KPU Australia yang selalu update tiap detik. Alhasil, kata dia, KPU Australia bisa saja memberi ucapan selamat kepada warga yang sudah berhak jadi pemilih, yakni berusia 17 tahun atau telah menikah.

“Selamat ulang tahun dan anda sekarang punya hak pilih,” begitu bunyi ucapan dari KPU Asutralia, ujar Jerry.

Artikel ini ditulis oleh: