Jakarta, Aktual.com – Destinasi prioritas Tanjung Kelayang kian kencang mengembangkan Geopark di Belitung. Di bawah koordinasi tim Pokja Percepatan 10 Bali Baru yang diketuai Hiramsyah Syambudhi Thaib itu, Belitung tengah disibukkan menyiapkan sebuah Festival Geopark di Belitung dan Belitung Timur pada 9-11 Desember 2016.
“Sebagian dibikin di Belitung. Sebagian lagi di Belitung Timur. Komunitas, pemerintah, masyarakat, semuanya bersinergi,” ujar Tim Geopark ITB 81, Diah Herawati dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (30/11).
Agenda yang digelar? Cukup beragam. Dari mulai seminar nasional Geopark Belitong, Workshop teknik mendongeng untuk guru TK & SD, mancing, menyelam dan bersepeda, semua bisa dijumpai 9-11 Desember 2016 nanti. Semua bisa dinikmati sambil menikmati keindahan panorama wisata di Pulau Memperak, Pulau Bukulimau dan Open Pit.
Dua Pemkab, menurut Diah, akan di-connect-kan. Belitung dan Belitung Timur akan saling bekerjasama tanpa batasan kewenangan admisitratif. Upaya ini dilakukan lantaran penilaian Geopark yang dilakukan UNESCO menyebar merata di seluruh pulau. Dari mulai batuan granit besar, batuan bertekstur porfiritik, mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit, dan hornblende beraneka warna hingga batuan beku yang mempunyai kristal kristal kasar, semua tersebar merata di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur.
“Kalau jalan sendiri-sendiri nanti nggak ketemu. Geopark itu statusnya kan rentang geologi. Dan UNESCO menilainya satu pulau. Jadi tak bisa jalan sendiri-sendiri. Dua kabupaten visinya harus sama,” kata Diah.
Lantas mengapa harus ngotot menggabungkan kekuatan dua kabupaten? Mengapa juga geopark Belitung harus didorong ke level dunia? Soal ini, Ketua Pokja Percepatan 10 Bali Baru Kemenpar, Hiramsyah Syambudhi Thaib punya jawabannya.
“Status geopark dari sebuah kawasan geologi berpotensi meningkatkan daya tarik suatu destinasi wisata. Geopark juga bisa menjadi penggerak ekonomi paling cepat ketimbang sektor-sektor lain,” ujar Hiramsyah yang didampingi PIC Tanjung Kelayang Kementerian Pariwisata, Larasati.
Menurutnya, Konsep geopark memang berpotensi menghadirkan pendapatan yang signifikan. Tengok saja Tiongkok. Dari pendapatan wisata sekitar 6 miliar dollar AS atau Rp 80 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp 49 miliar, disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark dunia.
Di Indonesia, manfaat ekonomi juga sudah dirasakan kawasan Pegunungan Sewu Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 2011, Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan dari sejumlah destinasi wisata karst di lokasi tersebut baru sekitar Rp 800 juta. Namun, setelah ditetapkan sebagai kawasan geopark global dunia, pendapatan aslinya meningkat menjadi Rp 22,5 miliar.
Angka itu belum termasuk potensi pendatan dari kawasan UNESCO Global Geopark (UGG) Gunung Batur (Bali) serta empat Geopark Nasional (GN) Kaldera Toba (Sumatera Utara), GN Merangin (Jambi), GN Cileteuh (Jawa Barat), dan GN Rinjani (Lombok, NTB), yang baru dinominasikan menjadi kawasan UNESCO Global Geopark (UGG).
Ciletuh Jawa Barat juga tak jauh beda. Dulunya kunjungan wisatawan hanya 200 ribu orang dalam setahun. Sejak ditetapkan menjadi geopark nasional, angka kunjungan wisatawannya melonjak menjadi 1.200 orang setahun. “Awalnya pemasukan hanya Rp 800 juta sekarang jadi Rp 2,3 miliar. Potensinya sangat besar jadi harus digarap serius,” katanya.
Dan kebetulan, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia karena faktor alam (nature) prosentasenya lumayan tinggi. Angkanya menembus 35 persen. Potensi alam sebesar 35 persen tadi kemudian dikembangkan sebagai wisata bahari (marine tourism), wisata ekologi (ecotourism) 45 persen, dan wisata petualangan (adventure tourism) 20 persen. “Di dalamnya termasuk geopark,” kata Hiram – sapaan akrab Huramsyah.
Di bagian lain, PIC Tanjung Kelayang, Larasati, sejumlah perangkat desa sudah mulai menyiapkan berbagai sarana pendukung untuk menyambut era geopark di Belitung. Desa Senyubuk Kecamatan Kelapa Kampit misalnya. Beragam infrasturktur seperti home stay, pertunjukan budaya, dan souvenir di sekitar Gunung Kik Karak sudah disiapkan masyarakat di sana untuk menyambut wisatawan.
“Untuk menyambut geopark warga desa di sana sudah menyiapkan homestay untuk 200 orang. Ada juga mess Pemda. Kebetulan warga di sana juga punya sanggar yang sudah cukup lama berdiri. Atraksi seni dan budaya lokal bisa ditampilkan untuk menyambut wisatawan,” kata Larasati.
Menpar Arief Yahya menambahkan, tahun 2016 Kemenpar sudah mengusulkan 2 Geopark ke UNESCO. Yakni Geopark Rinjani dan Geopark Ciletuh Sukabumi Jawa Barat. Tahun 2017 nanti pihaknya akan mengusulkan dua lagi, yakni Geopark Belitung dan Geopark Danau Toba. (adv)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka