Jakarta, Aktual.com — Dosen Fakultas Tarbiyah, Institut Perguruan Tinggi Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta Susanto mengatakan Idul Fitri merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan revolusi mental.

“Seseorang yang ber-Idul Fitri kembali kepada kesucian. Itulah akar revolusi mental yang sesungguhnya. Dengan kesucian jiwa, dia akan melihat segala sesuatu secara positif,” kata Susanto, pada Senin (13/7).

Susanto mengatakan kesucian adalah gabungan dari tiga unsur, yaitu benar, baik dan indah. Karena itu, orang yang meraih kemenangan saat Idul Fitri akan selalu berbuat baik, benar dan indah.

“Dia akan selalu mencari sisi-sisi baik, benar dan indah. Selalu mencari dan menggali yang indah untuk melahirkan seni, mencari yang baik untuk mewujudkan etika dan mencari yang benar agar menghasilkan produktivitas,” tuturnya.

Menurut Susanto, yang juga menjabat sebagai Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), orang yang ber-Idul Fitri akan mengambil sisi positif, bukan mengadili kesalahan.

“Potensi positif yang tumbuh di masyarakat terus dirawat, dikembangkan, disemangati agar kelak menjadi ‘obor peradaban’, bukan selalu memandang kelemahan dan kesalahan seolah negeri ini akan kiamat,” katanya.

Karena itu, kata Susanto, Idul Fitri harus menjadi momentum bagi umat Islam Indonesia untuk berhijrah menuju revolusi mental, yaitu perubahan mental menjadi lebih baik, benar dan indah.

Ia mengatakan setiap orang memiliki sifat fitrah atau suci yang dibawa sejak lahir. Karena kesibukan kehidupan dan dosa-dosa, sifat suci itu terkadang diabaikan.

“Suara fitrah seringkali begitu lemah dan diri kita, bahkan terkadang hanya sayup-sayup. Suara itulah yang dikumandangkan saat Idul Fitri, yaitu suara takbir. Bila suara itu benar-benar tertancap dalam jiwa akan hilanglah ketergantungan kepada unsur-unsur lain kecuali Allah SWT,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: