Jakarta, Aktual.com — Penuntut dari Kejati Jateng menuntut pidana selama 1,5 tahun penjara terhadap dosen berstatus PNS Politeknik Perhubungan kota Tegal Andi Sahara. Dirinya juga dikenai hukuman denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan, dalam dugaan kasus tipikor proyek pembangunan asrama dan kelas Badan Pengembangan SDM Perhubungan, di Kementerian Perhubungan Tahun 2013.

Dalam tuntutan JPU, Sri Heriyono menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan subsisair pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31/1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dakwaan subsidair.

“Dalam dakwaan primer, terdakwa tidak melanggar. Apabila dakwaan primer tidak terbukti, maka dikenakan dakwaan subsidair. Bila subsidair tidak terbukti, dikenakana dakwaan lebih subsidair ,”kata Sri Heryono saat memacakan tuntutan dihadapan majelis hakim yang dipimpin Suprapti SH MH di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (21/1).

Sri Heryono mempertimbangkan hukuman yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah, serta merugikan keuangan negara. Sedangkan, hal yang mempertimbangkan terdakwa adalah tidak terbukti menikkmati hasil kerugian negara. Dengan begitu, kata dia, terdakwa tidak berkewajiban mengembalikan uang pengganti (UP) untuk diserahkan ke kas negara. “Lebih dari itu, terdakwa berterus terang dan menyesali perbuatanya, dan terdakwa masih dibutuhkan sebagai dosen pengajar,” beber dia.

Diketahui proyek pembangunan asrama dan kelas tahap II pada Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kemenhub menghabiskan anggaran total Rp9,5 miliar. PT Gali Medan Persada, selaku rekanan menjadi pemenang tender. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kerugian negara berupa pengurangan spek material sebesar Rp.4,3 miliar.

Atas tuntutan yang dibebankan kepada terdakwa, majelis hakim memberikan kesempatan kepada penasehat hukum untuk mengajukan pledoi (pembelaan) pada tanggal 26 Januari 2016.

Menanggapi jawaban majelis hakim, terdakwa melalui penasehat hukum bersedia memenuhi tanggapan sesuai jadwal sidang yang ditawarkan hakim.

“Minta waktu 1 minggu majelis. Saya tidak bertanya sudah cukup mengerti,” kata Dewi, selaku penasehat hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby