Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Hak Khusus Anak DP3A Papua Barat Muryani. ANTARA/Fransiskus Salu Weking

Manokwari, Aktual.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Papua Barat terus melakukan upaya edukasi kepada kelompok masyarakat adat di tujuh kabupaten di wilayah setempat untuk mencegah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Hak Khusus Anak DP3A Papua Barat, Muryani, di Manokwari, Sabtu, menyatakan bahwa meningkatkan pemahaman masyarakat adat merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi perilaku kekerasan yang sering kali menimpa perempuan dan anak.

Tercatat bahwa selama tahun 2022, telah ada 103 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani, sementara kasus kekerasan terhadap anak mencapai 92 kasus.

“Jumlah kasus setiap tahun cenderung fluktuatif. Oleh karena itu, kami intensifkan sosialisasi dan edukasi kepada kelompok masyarakat adat,” ujarnya.

Muryani menjelaskan bahwa pengaruh budaya patriarki di Tanah Papua masih sangat kuat, dengan laki-laki mendominasi dalam kehidupan sosial dan masyarakat.

Sistem ini, katanya, sering kali menyebabkan perilaku sewenang-wenang laki-laki terhadap perempuan dan anak. Hal ini tercermin dari mayoritas kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa yang merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Sebanyak 59,82 persen dari total kasus KDRT menimpa perempuan dan anak. Pengaruh budaya patriarki masih sangat kuat,” katanya.

Saat ini, tambahnya, DP3A provinsi telah membentuk Tim Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di enam kabupaten, yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.

Tim ini bertujuan untuk meningkatkan gerakan pencegahan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui peran edukasi dan sosialisasi kepada semua elemen masyarakat di Papua Barat.

“Tim PATBM sudah kami bentuk di enam kabupaten, hanya tinggal Kabupaten Pegunungan Arfak yang belum. Dalam waktu dekat akan segera dibentuk,” ungkap Muryani.

Di sisi lain, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Barat, Inspektur Jenderal Polisi Daniel Tahi Monang Silitonga, mengungkapkan bahwa selama Januari-Juni 2023, kepolisian telah menangani 186 kasus KDRT.

Kapolda menegaskan bahwa KDRT merupakan salah satu dari tiga kasus yang menjadi fokus utama kepolisian di wilayah Papua Barat karena mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

“Ini hanya kasus yang dilaporkan, masih banyak kasus lain yang mungkin tidak dilaporkan, mungkin sepuluh kali lipat. Kami terus mengevaluasi kasus-kasus tersebut,” jelas Irjen Pol. Daniel Silitonga.

Menurutnya, upaya pencegahan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan kontribusi dari seluruh komponen masyarakat, terutama lembaga pemerintah dan lembaga sosial masyarakat (LSM).

Ia menekankan bahwa kolaborasi dan sinergi menjadi langkah efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kaum laki-laki, agar tidak melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap perempuan.

“Peran lebih banyak harus dimainkan, melibatkan semua tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat agar kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat ditekan,” ujar Kapolda.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Sandi Setyawan