“Kemudian, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi,” ujar Darmayanti Lubis, Rabu (9/8).

Ia menjelaskan, secara umum anak-anak dan perempuan merupakan pihak yang rentan menjadi korban trafficking dan eksploitasi. Mereka yang menjadi korban sebagian besar berasal dari kelompok masyarakat yang rentan.

Kasus perdagangan anak juga cenderung mengalami peningkatan pada kurun waktu 3(tiga) tahun terakhir dari 410 kasus pada tahun 2010 meningkat menjadi 480 kasus di tahun 2011 dan menjadi 673 kasus pada tahun 2012. Indonesia merupakan negara sumber, transit dan tujuan dari perdagangan orang terhadap perempuan dan anak, terutama untuk tujuan prostitusi dan ekpolitasi terhadap anak.

Fenomena perdagangan orang dewasa ini semakin beragam bentuk dan modusnya. Banyak pelacuran baik di area lokalisasi maupun di tempat-tempat pelacuran terselubung seperti di kafe, panti pijat, salon kecantikan plus-plus, hotel dan lain-lain mulai menjamur, baik di kota besar maupun di pedesaan.

“Untuk mengatasi hal tersebut maka sebaiknya dilakukan upaya perlindungan terhadap korban trafficking anak namun banyak tantangannya. Untuk menuntaskannya, ini semua akibat kompleksitas permasalahan karena perdagangan manusia khususnya anak beirisan dengan berbagai aspek kehidupan” kata Darmayanti.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid