Jakarta, Aktual.com – Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan institusinya akan mendalami urgensi wacana evaluasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

“Ya kita lihat dulu urgensinya terkait apa yang disampaikan Mendagri itu. Karena wacana ini baru disampaikan Mendagri, DPR harus lihat urgensinya seperti apa,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11).

Dia mengatakan, Indonesia sudah beberapa kali melakukan Pilkada secara langsung dan memang perlu dilakukan evaluasi pelaksanaannya.

Menurut dia, Komisi II DPR RI yang menangani bidang pemerintahan, harus mengkajinya secara hati-hati agar demokrasi Indonesia tidak berjalan mundur ke belakang.

“Memang banyak hal yang perlu dievaluasi dari Pilkada langsung, dan Komisi II DPR harus mengkajinya secara hati-hati, jangan sampai kita mundur ke belakang,” ujarnya.

Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang besar dengan 500 lebih kabupaten/kota dan 34 provinsi sehingga evaluasi Pilkada harus dilihat secara kasus per-kasus.

Menurut dia, evaluasi Pilkada tidak bisa dilakukan secara menyeluruh karena ada daerah yang berhasil melakukan Pilkada namun ada yang perlu dievaluasi.

“Ini kita cermati dan kaji secara hati-hati, jangan sampai kita reaktif dan mundur ke belakang,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan kemungkinan akan mengkaji Pilkada secara langsung karena sistemnya yang sudah berjalan selama 20 tahun dan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah masih relevan atau tidak.

“Tapi kalau dari saya sendiri, justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun?” kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

Tito menjelaskan, sistem Pilkada langsung yang ada saat ini memang memberikan dampak positif kepada demokrasi, namun ada juga sisi negatifnya.

Dia mengatakan sisi negatif Pilkada langsung adalah politik berbiaya tinggi yang membuat rentan kepala daerah melakukan korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan