Jakarta, Aktual.com-Upaya konkret yang dilakukan pemerintah dalam rangka merealisasikan penurunan emisi karbon di Indonesia saat ini patut diapresi dan penting untuk didukung secara berkelanjutan oleh seluruh stake holder. Langkah positif ini bukti nyata bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki komitmen tinggi dalam rangka penyelamatan terhadap bumi di masa depan sesuai dengan Paris Agreement dalam COP21 tahun 2015.
Demikian disampaikan oleh Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI Satya Widya Yudha, usai menjadi penanggap dalam Forum World Energy Outlook 2016 yang diprakarsai oleh Kementerian ESDM bersama International Energy Agency (IEA), di Jakarta, kemarin Selasa (19/7).
Ia menyambut baik masuknya RI dan negara-negara berkembang lainnya yang selama ini dikategorikan sebagai emerging market dalam keanggotaan IEA. Indonesia tentu saja memerlukan informasi kekinian terhadap berbagai perkembangan energi dunia dan regional, oleh karena itu IEA diharapkan menjadi sumber informasi yang handal.
Menanggapi pemaparan Executive Director IEA DR Fatih Birol dalam forum WEO tersebut, Satya yang juga anggota Komisi VII DPR ini mengaku sangat optimis bahwa pasca Persetujuan Paris COP21 tahun 2015, Indonesia bisa menekan emisi karbon gas hingga batas mendekati 1,3 Giga Tonnes CO2 Emissions (GTCO2E). Sementara, penurunan emisi karbon gas antara tahun 2005 – 2030 diestimasikan akan tumbuh dari 2,055 GTCO2E hingga 3,260 GTCO2E.
“Saya optimis, kita bisa menekan emisi karbon gas secama maksimal. Karena itu, apa yang disampaikan DR Fatih Birol tersebut sebagai wake up call atau warning bagi Indonesia untuk melakukan langkah nyata dalam rangka pengurangan emisi karbon gas,” paparnya kepada media.
Upaya pengurangan emisi karbon, menurut Satya bisa dilakukan melalui pengelolaan lahan gambut, perubahan pemanfaatan lahan gambut dan lahan kehutanan untuk lahan produksi, memaksimalkan penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik, penggunaan energi bersih di sektor transportasi publik serta pembangunan gedung dan infrastruktur tanpa menggunakan material yang bisa menimbulkan emisi karbon.
Satya juga memahami bahwa realisasi dari pengurangan emisi karbon gas tersebut tidak bisa hanya dibebankan kepada dua kementerian yang berkepentingan, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK). Melainkan perlu aksi nyata dari seluruh kementerian dan stake holder.
“DPR bersama Pemerintah dalam waktu dekat akan meratifikasi Persetujuan Paris COP21 menjadi Undang Undang, yang nantinya menjadi payung hukum dalam upaya melakukan langkah-langkah strategis secara menyeluruh pengurangan emisi karbon gas yang melibatkan lintas kementerian dan seluruh stake holder yang ada,” jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar bidang Industri dan Pembangunan ini.
Di sektor pembangkit listrik, Satya mengaku cukup puas dengan komitmen kebijakan pemerintah pro-pengurangan emisi karbon dalam proyek pembangunan 35.000 Mega Watt yang semula berbasis batubara, saat ini telah diubah oleh Kementerian ESDM menjadi 50 persen berbasis batubara dan 50 persen menggunakan energi bersih (energi geothermal, energi gas, energi tenaga surya dan energi air).
“Perubahan komposisi energi pembangkit listrik tersebut mencerminkan komitmen RI terhadap Persetujuan Paris COP21 dalam upaya riil pengurangan emisi karbon gas. RI jika konsisten dengan upaya ini, maka akan menjadi pioneer bagi negara-negara berkembang lainnya,” tegas Satya.
Dalam pandangan IEA disebutkan bahwa polusi udara saat ini menjadi ancaman serius bagi kehidupan umat manusia di belahan dunia manapun. Mengutip data statistik kependudukan DKI Jakarta tahun 2010, Satya menyebutkan bahwa 57,8 persen dari jumlah 9.607.787 jiwa warga ibukota diketahui terdampak berbagai penyakit akibat polusi udara yang kotor. Sejumlah 1,210.581 jiwa diketahui kena penyakit asma, sementara 1.246.130 jiwa sakit penyumbatan pernafasan (coronary artery diseases).
“Kita membutuhkan dana Rp 38,5 triliun untuk biaya pemulihan kesehatan bagi warga ibukota yang terdampak polusi udara. Harus ada program konkret untuk mengurangi polusi udara yang kotor di Jakarta tersebut,” tandasnya.
Oleh karena itu, DPR meminta kepada pemerintah melakukan langkah-langkah pengurangan polusi udara yang mayoritas disebabkan transportasi darat dengan cara konversi BBM ke BBG, meningkatkan kualitas daripada BBM dari standar EURO 2 dan 3 menjadi EURO 4 dan 5, perlunya pemasangan alat monitor pencemaran di setiap kota, upayakan penggunaan sarana transportasi publik untuk mencegah kemacetan dan penggunaan kendaraan berlebih di jalan raya, pembagian wilayah (zoning) antara daerah padat penduduk dan daerah hijau, memberikan beban biaya parkir yang tinggi untuk wilayah tengah kota serta menggalakkan kegiatan car free day minimal 1 kali dalam seminggu di jalan-jalan utama ibukota.
Artikel ini ditulis oleh: