Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh P Daulay menjelaskan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya defisit BPJS Kesehatan hingga dinilai membebani postur anggaran APBN.

Salah satu penyebabnya, karena masih adanya fraud dalam pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga terjadinya banyak pembengkakan pembayaran.

“Semestinya, BPJS itu hanya membayar sedikit, karena fraud akhirnya bayarnya banyak,” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya yang diterima aktual.com, di Jakarta, Rabu (1/11).

“Fraud ini dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari petugas BPJS, petugas medis, pihak rumah sakit, bahkan juga oleh masyarakat. Ini yang mesti diselesaikan oleh BPJS terlebih dahulu,” tambahnya.

Selain itu, masih kata Saleh, persoalan pendataan juga memberikan kontribusi. Sejauh ini, pendataan kepesertaan BPJS Kesehatan dinilai masih carut-marut. Terutama, sambung dia, soal pendataan kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI), ada banyak peserta yang tercatat, tetapi orangnya tidak ada.

“Pertanyaannya, apakah peserta yang tercatat itu tetap dibayar atau tidak? Karena, dalam sistem jaminan sosial kita, ada pembayaran kapitasi. Selama orang itu tercatat di dalam satu faskes tertentu, maka BPJS akan membayarkan kapitasinya setiap bulan,” papar politikus PAN itu.

“Kalau faskesnya milik pemerintah, kapitasinya 6 ribu rupiah, dan kalau miliki swasta kapitasinya 10 ribu. Kalau banyak kepesertaan yang orangnya tidak ada, berarti ini berkontribusi pada membengkaknya pembayaran BPJS,” sebutnya.

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan defisit, ujar Saleh adalah tidak seimbangnya antara cakupan pelayanan yang harus disediakan oleh BPJS dengan nilai iuran yang menjadi kewajiban peserta.

Menurut perhitungan BPJS Kesehatan, untuk peserta dari data PBI saja, idealnya pemerintah membayar premi sebesar 32 ribu rupiah. Kenyataannya, peserta dari data PBI (penerima bantuan iuran) premi yang dibayakan hanya 23 ribu.

Sehingga, ada selisih 9 ribu rupiah dan jika dikalikan dengan jumlah peserta PBI yang saat ini mencapai 92.4 juta, maka nilainya tentu sangat besar.

“Ini juga perlu dipikirkan pemerintah. Saya setuju ada perhitungan ulang yang akurat terhadap aktuaria dan iuran peserta BPJS. Namun sebelum itu dilakukan, BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan Kemensos diminta untuk menyelesaikan perbaikan data kepesertannya terlebih dahulu,” pungkas dia.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan