Petugas kapal tunda Pelindo I memonitor Kapal Pesiar MS Silver Discoverer berbendera Bahamas yang membawa 80 wisatawan dari Eropa, ketika meninggalkan Pelabuhan Belawan, di Medan, Sumatera Utara, Minggu (13/11). PT Pelindo I di tahun 2017 akan mengoptimalkan kunjungan kapal pesiar wisata, yang masuk ke Pelabuhan Belawan secara reguler guna memajukan pariwisata Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, menyatakan perlunya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasalnya, kenaikan tarif pada jasa angkutan laut menyebabkan biaya tinggi dan membebaskan rakyat sebagai konsumen.

“Saya mendesak Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan segera merevisi PP peninggalan Menhub Ignasius Jonan itu, karena dampak berantainya terhadap ekonomi sangat besar,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/3).

Disampaikan, dalam PP 15 pemerintah menambah 435 pos tarif PNBP baru sehingga jumlahnya mencapai 1.200 pos tarif dengan menaikkan 482 pos tarif 100 persen. Bahkan, ada yang lebih dari 1.000 persen.

Beberapa pos tarif yang tidak ada layanannya juga wajib dibayar. Pos tarif ini tentu terlalu banyak dan terkesan mengada-ada. Akibatnya, biaya transportasi laut membengkak serta membebani industri logistik dan perdagangan dalam negeri. Disparitas harga di luar Jawa pun menjadi semakin tinggi.

“Publik akan sulit membayar biaya transportasi yang tinggi, pelayaran juga tidak akan sanggup memberikan pelayanan yang baik. Kondisi ini sangat berbahaya bagi keselamatan nyawa dan barang publik yang diangkut serta kelangsungan usaha pelayaran,” jelas Bambang.

Ditambahkan, industri pelayaran saat ini sedang lesu akibat merosotnya muatan kapal di tengah perlambatan ekonomi nasional dan global. Sedikitnya 30 persen armada niaga nasional menganggur dan sebagian perusahaan sudah gulung tikar.

Padahal pelayaran merupakan infrastruktur prasarana transportasi selain juga sebagai sarana transportasi. Sebaiknya justru diberikan insentif seperti pajak rendah, bunga murah dan subsidi.

Selain PNBP, pelayaran masih dibebani bermacam biaya, termasuk pajak tinggi yaitu 1,2 persen dari pendapatan dan biaya sertifikasi yang mahal dan tumpang tindih.

“Tidak ada negara di dunia yang membebani pelayaran sedemikian masif. Ini bukti pemerintah tidak mampu mewujudkan program tol laut dan poros maritim,” kata Bambang.

Ditekankan pula bahwa PM 45/2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Badan Usaha di Bidang Transportasi yang akan berlaku 2018 mengancam kelangsungan usaha pelayaran nasional. Sebab tidak sanggup memenuhi modal dasar Rp 50 miliar dan modal disetor minimal Rp 12,5 miliar seperti diperintahkan PM tersebut.

“Industri pelayaran nasional bisa mati dengan berlakunya PM dan kita akan kesulitan mendapatkan transportasi laut di negara maritim ini,” demikian Bambang.

(Gespy Kartikawati Amino)

Artikel ini ditulis oleh: