Anak-anak melakukan atraksi saat sebagai bentuk aksi jalanan untuk memerangi kelaparan dan gizi buruk serta penggalangan dana untuk pangan bagi anak-anak Indonesia yang digelar oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Foodbank of Indonesia (FOI) dalam rangka Memperingati Hari Pangan dan Hari Sumpah Pemuda di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (23/10/2016). Aksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi anak-anak Indonesia melalui program "Food Drive" atau pengumpulan makanan di Sekolah. AKTUAL/HO

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan belum ada kesepakatan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang batasan usia dewasa sehingga belum ada perlindungan yang optimal terhadap anak-anak.

“Antara undang-undang satu dengan yang lain berbeda. Ada yang menyebutkan 16 tahun, 17 tahun, ada pula lembaga negara yang menetapkan 21 tahun,” kata Ninik, panggilan akrabnya, dihubungi di Jakarta, Sabtu (15/4).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batas usia warga negara untuk menikah minimal 16 tahun.

Hal itu berbeda dengan setiap peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum yang berlaku di Indonesia yang menetapkan setiap warga negara yang memiliki hak pilih berusia 17 tahun atau sudah menikah.

Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan batasan usia 17 tahun bagi warga negara untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM).

“Sedangkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan batas usia 21 tahun baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah karena sudah matang secara fisik maupun psikologis,” tuturnya.

Khusus untuk batasan usia menikah, Ninik lebih sepakat dengan BKKBN. Menurut dia, yang diperlukan dalam pernikahan bukan hanya usia fisik tetapi juga kematangan psikologis.

“Kita harus tegas menghentikan pernikahan usia anak. Seorang anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa karena belum bisa mengambil keputusan sendiri,” katanya.

Selain itu, pernikahan usia anak juga bisa mengarah pada kekerasan seksual terhadap anak, bila terjadi pemaksaan pernikahan.

“Salah satu bentuk kekerasan seksual adalah pemaksaan pernikahan. Hal itu kebanyakan terjadi pada anak,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan