Jakarta, Aktual.com – Sikap Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat RI terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang pembubaran Organisasi Masyarakat anti Pancasila, masih berbeda pandangan.

Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana menilai bahwa Perppu No.2 tahun 2017 tidak berpotensi menimbulkan otoritarianisme atau kesewenang-wenangan oleh pemerintah. Karena itu, masyarakat yang keberatan dengan Perppu itu masih dipersilakan menggugat atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tak ada kekhawatiran menimbulkan kesewenang-wenangan dengan Perppu Ormas itu. Sebab, dalam era demokrasi ini tak dimungkinkan bersikap otoriter. Toh, masyarakat yang menolak silakan gugat ke MK, dan masih akan diproses di DPR RI,” tegas politisi Hanura itu dalam forum legislasi “Nasib Perppu Ormas Di DPR” bersama anggota Komisi III DPR FPKS Nasir Jamil dan Direktur Voxvol Center Pangi Syarwi Chaniago di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (18/7).

Menurut Dadang, kalau masyarakat menilai Perppu itu bertentangan dengan konstitusi, maka silakan gugat ke MK dan itu konstitusional. “Jadi, tidak usah mencaci-maki pemerintah, Presiden RI, menteri, atau partai pendukung pemerintah,” ujarnya.

Sejauh itu kata Dadang, DPR masih akan membahas Perppu itu pada masa sidang mendatang setelah reses, sehingga komunikasi akan dilakukan antar fraksi. Hanura sendiri menerima Perppu itu, karena bertujuan menjaga kedaulatan NKRI. “Jadi, Perppu ini untuk kedaulatan negara,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menilai jika soal Ormas itu sudah diatur dalam KUHP, tidak ada kekosoangan hukum dan tak ada alasan kegentingan yang memaksa. Untuk itu, FPKS menolak Perppu tersebut. “Kalau soal Ormas, suku, agama, ras dan antargolongan, penistaan agama dan sebagainya itu sudah diatur dalam KUHP,” tambahnya.

Nasir berharap ada pembinaan terhadap Ormas yang dicurigai anti Pancasila. “Jangan sampai tidak pernah dibina, tapi langsung digebuk karena dianggap anti Pancasila. Seperti halnya penutupan telegram akibat membuat terorisme. Untuk itu, kalau Perppu ini disahkan DPR, maka DPR bertanggung jawab,” ungkap politisi PKS itu.

 

Laporan Nailin Insaroh

Artikel ini ditulis oleh: