“Padahal dalam UU minerba yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba secara eksplisit mewajibkan divestasi kepada peserta Indonesia sebesar 51 persen pada tahun kesepuluh sejak produksi,” ungkapnya.

Menurut Ali, jika acuannya perpanjangan KK, maka 51 persen saham kepada peserta Indonesia sudah harus terealisasi tahun 2006, mengingat KK telah diperpanjang sejak tahun 1996. Namun jika merujuk pada permulaan pemberlakuan ketentuan dalam KK perpanjangan sejak 2008, maka realisasi divestasi 51 persen saham kepada peserta Indonesia adalah tahun 2018.

“Sehingga apapun basis waktu rujukannya, pemerintah saat ini harus menguasai mayoritas saham milik PT Vale,” tegasnya.

Politisi NasDem ini menilai, terkait isu divestasi saham PT Vale, teridentifikasi setidaknya dua poin pokok kekalahan. Pertama, divestasi saham baru mencapai 20 persen, itu pun minim kepemilikan peserta Indonesia. Kedua, pelaksanaan divestasi telah melewati batas tempo minimal sepuluh tahun dari waktu perpanjangan KK.

“Fitur kekalahan lain bersangkut paut dengan royalti dan pajak yang sangat terkait dengan isu tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance). Selama ini, publik menuntut pemerintah untuk menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik, namun acap kali abai menuntut hal yang sama pada pihak korporasi besar pertambangan,” kata Ali.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid