Lebih lanjut ia membeberkan adanya aksi manipulasi pada level produksi sehingga negara dirugikan dalam bentuk resiko penerimaan royalti dan pajak. Dalam kesepakatan amandemen KK, disepakati kenaikan royalti dari 0,9 persen menjadi 2 persen dan dapat menjadi 3 persen ketika harga nikel naik.

Ali melihat terdapat perbedaan laporan Vale Indonesia dan Vale SA sebagai entitas pengendali utama. Dalam laporan PT Vale Indonesia tahun 2013, biaya royalti dan lisensi hanya 0,8 persen dari total biaya penjualan.

“Yang juga tak kalah janggal, adalah perbandingan antara volume pengiriman dengan jumlah produksi. Selama ini, volume pengiriman PT Vale kepada Vale Canada dan Sumitomo selalu lebih tinggi dibandingkan produksinya, dengan dalih mengimbangi penurunan harga jual,” ucapnya.

Terlebih sektor pertambangan Minerba sebagai sektor berciri padat modal, acap kali menjadi dalih bagi maskapai pertambangan untuk meminta kelonggaran dalam bentuk relaksasi ekspor bahan konsentrat. Dalam frame penyesuaian, hal tersebut boleh jadi masih dalam batas kewajaran.

“Tetapi dalam jangka panjang, kebijakan tersebut justru kontraproduktif dengan semangat dan kepentingan nasional untuk meningkatkan nilai tambah komoditas mineral,” imbuhnya lagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid