Jakarta, Aktual.com – DPR RI dianggap tidak ‘fair’ dengan melontarkan wacana menaikkan jumlah syarat dukungan untuk jalur perseorangan hingga 20-25 persen. Pendapat itu disampaikan Ketua Umum Komunitas Pendukung Ichsanudin Noorsy (KPIN), Budi Mulyawan.
Kata dia, DPR isinya perwakilan partai politik, sedangkan yang mereka wacanakan itu terkait aturan calon perseorangan yang berada di luar parpol di pilkada. Lagipula, DPR juga belum pernah melibatkan masyarakat ataupun pemerintah guna membahas wacana itu.
Karena itu, Budi menilai, mencuatnya wacana tersebut patut diduga kuat dilatarbelakangi kepentingan parpol belaka di pilkada. Kecuali, ujar dia, keinginan menaikkan persyaratan bagi calon perseorangan diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Itu baru ‘fair’ karena KPU tentunya tidak punya kepentingan di situ. Kalau yang dilakukan DPR ini bisa dibilang ‘politicking’,” ujar dia, kepada Aktual.com, Kamis (17/3).
Kalau alasannya adalah kesetaraan, kata dia, ketimbang ‘mengutak-utik’ persyaratan untuk calon dari jalur perseorangan lebih baik DPR menurunkan saja persyaratan bagi parpol untuk bisa mengusung calon di pilkada. Sehingga partai-partai kecil juga bisa ikut berpartisipasi di pilkada dengan mengusung calonnya sendiri-sendiri tanpa perlu koalisi.
Kalaupun nantinya bakal jadi banyak calon yang diusung oleh partai, menurut dia itu bukan masalah. “Ya konsekuensi, daripada memilih ‘mematikan’ calon-calon dari jalur perseorangan atau independen ini,” ucap Budi.
Diberitakan sebelumnya, Komisi II DPR sedang merevisi UU No. 8/2015 tentang Pilkada. Salah satu poin yang bakal diubah menyangkut syarat minimum dukungan calon perseorangan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan mewacanakan mengubah syarat dukungan KTP menjadi 10-20 persen dari sebelumnya hanya 7,5 persen. “Karena syarat untuk calon perseorangan jauh dari syarat untuk parpol. Kita naikkan agar tetap berkeadilan,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sementara itu, Komisioner KPU DKI Betty Epsilon Idroos saat dihubungi Aktual.com pada 15 Maret lalu juga mengaku belum ada pembahasan soal itu di internal lembaga mereka. Saat ditanya langkah KPU jika wacana itu terealisasi, Betty menjawab, “Kalau kami hanya pelaksana saja.”
Ketimbang berandai-andai terlalu jauh, menurut Betty, sebaiknya hasil revisi UU No. 8/2015 tentang Pilkada disahkan dulu. “Kalau Undang-Undang-nya terbit, lalu sudah ada aturan turunannya, ya semua daerah harus laksanakan,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: