Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025). Aktual/HO

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi bahan perbincangan hangat publik. Selama beberapa hari terakhir, aksi unjuk rasa masyarakat bermunculan sebagai respons atas sikap sejumlah anggota DPR yang dinilai kurang berempati, ditambah polemik soal tunjangan yang dianggap tidak realistis. Kondisi ini membuat citra DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat kembali dipertanyakan.

Padahal, DPR memiliki peran sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, lembaga ini bukan hanya sekadar wadah politik, melainkan institusi hukum yang menjadi penyalur aspirasi rakyat. Anggotanya dipilih melalui pemilu, sehingga legitimasinya bersumber langsung dari suara rakyat.

Fungsi Utama DPR

DPR memegang tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan.

  • Legislasi: DPR berwenang menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) baik usulan Presiden maupun DPD, serta menetapkan UU bersama Presiden. DPR juga dapat menyetujui atau menolak peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu).
  • Anggaran: DPR berperan dalam pembahasan dan persetujuan RUU APBN, menindaklanjuti hasil audit BPK, hingga memberikan izin terhadap perjanjian internasional yang berdampak pada keuangan negara.
  • Pengawasan: DPR bertugas mengawasi pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah. Termasuk menindaklanjuti laporan DPD terkait isu pajak, pendidikan, agama, hingga pengelolaan sumber daya alam.

Wewenang Lain yang Strategis

Tak hanya itu, DPR juga memiliki wewenang strategis lain, seperti memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang atau damai dengan negara lain, memilih anggota BPK, menyetujui calon hakim agung, serta memilih tiga hakim konstitusi untuk diajukan ke Presiden.

Tuntutan Publik

Sebagai wakil rakyat, DPR dituntut untuk benar-benar menyerap, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Peran tersebut seharusnya tercermin dalam kebijakan nyata, bukan sekadar jargon.

Keterwakilan rakyat baru bisa dikatakan berjalan apabila aspirasi masyarakat yang diwakili betul-betul diperjuangkan hingga memengaruhi kebijakan negara. Namun, ketika perilaku dan keputusan DPR dianggap jauh dari kepentingan publik, wajar bila masyarakat turun ke jalan menuntut perubahan.