Jakarta, Aktual.com – DPR RI diminta ikut turun tangan mengusut temuan dana Rp3,19 triliun yang didapat Pertamina dan kementerian ESDM. Dana sebesar itu diduga hasil ‘permainan’ penjualan minyak solar bersubsidi di atas harga dasar.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono mengatakan, selain BPK RI dan KPK, DPR RI harus ikut turun tangan dengan membentuk Panitia Kerja (panja).

Jakarta, Aktual.com – DPR RI diminta ikut turun tangan mengusut temuan dana Rp3,19 triliun yang didapat Pertamina dan kementerian ESDM. Dana sebesar itu diduga hasil ‘permainan’ penjualan minyak solar bersubsidi di atas harga dasar.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono mengatakan, selain BPK RI dan KPK, DPR RI harus ikut turun tangan dengan membentuk Panitia Kerja (panja).

“DPR jangan diam saja. Karena masih kuatnya mafia impor migas yang mengatur harga dalam tata niaga BBM. DPR perlu membentuk Pansus harga BBM. Panggil semua pihak yang terkait,” tutur dia, dalam keterangan tertulis, Minggu (5/6).

Pemerintah, menurut dia, harus tahu bahwa Kementerian ESDM dan Pertamina untung banyak dari penjualan BBM. Bagaimana tidak, BBM impor yang dikonsumsi masyarakat harusnya disubsidi Rp1.000/liter. “Faktanya tidak. Malah dikenakan PPN 10 persen.”

Itu menurutnya lucu. Padahal BBM impor tidak ada nilai tambah, sehingga harusnya tidak kena pajak. Berbeda dengan BBM yang dibuat di dalam negeri.

Jika dibandingkan dengan harga jual solar patra niaga dengan harga solar di SPBU Pertamina, BBM jenis ini tidak beres di tata niaganya.

“Hal itu akan berakibat pada kerugian yang dialami masyarakat, terutama untuk kalangan industri transportasi darat,” kata Arief.

KPK dan BPK pun disarankannya untuk lebih aktif mengusut kemungkinan adanya penyelewengan keuntungan jual solar impor. “Masih banyak oknum di Pertamina dan Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan mafia impor BBM untuk memainkan harga,” kata dia.

tutur dia, dalam keterangan tertulis, Minggu (5/6).

Pemerintah, menurut dia, harus tahu bahwa Kementerian ESDM dan Pertamina untung banyak dari penjualan BBM. Bagaimana tidak, BBM impor yang dikonsumsi masyarakat harusnya disubsidi Rp1.000/liter. “Faktanya tidak. Malah dikenakan PPN 10 persen.”

Itu menurutnya lucu. Padahal BBM impor tidak ada nilai tambah, sehingga harusnya tidak kena pajak. Berbeda dengan BBM yang dibuat di dalam negeri.

Jika dibandingkan dengan harga jual solar patra niaga dengan harga solar di SPBU Pertamina, BBM jenis ini tidak beres di tata niaganya.

“Hal itu akan berakibat pada kerugian yang dialami masyarakat, terutama untuk kalangan industri transportasi darat,” kata Arief.

KPK dan BPK pun disarankannya untuk lebih aktif mengusut kemungkinan adanya penyelewengan keuntungan jual solar impor. “Masih banyak oknum di Pertamina dan Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan mafia impor BBM untuk memainkan harga,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: