“Penetapan Tujuan Pembangunan Global (SDG) dan Paris Agreement mengenai perubahan iklim di tahun 2015 lalu, telah mengidentifikasi energi sebagai salah satu sektor utama bagi pencapaian pembangunan berkelanjutan. PBB juga telah menetapkan tahun 2030 sebagai target waktu untuk memastikan akses ke energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan dan modern bagi semua,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia ini menuturkan, permintaan energi semakin meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan yang terus berkembang. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi menimbulkan kekhawatiran mengingat energi tersebut bukan energi yang terbarukan.
“Potensi energi terbarukan seperti biomasa, panas bumi, energi surya, energi air, dan energi angin cukup besar. Hanya saja sampai saat ini pemanfaatannya masih sangat terbatas,” lanjut Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menilai, pemanfaatan energi terbarukan yang masih terbatas disebabkan banyak faktor. Antara lain harga yang belum kompetitif bila dibandingkan dengan energi fosil, penguasaan teknologi yang rendah sehingga nilai impornya tinggi, keterbatasan dana untuk penelitian, pengembangan, maupun investasi, serta infrastruktur yang kurang memadai.
“Pembangunan berkelanjutan di bidang energi, dalam proses produksi dan penggunaannya, mendukung pembangunan manusia dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat harus terlibat sehingga bisa melipatgandakan kontribusi energi terbarukan dalam struktur energi dunia,” tegas Bamsoet.
Ketua Badan Bela Negara FKPPI ini mengingatkan, energi dan cara menggunakannya harus efisien dan sedapat mungkin terbarukan. Sumber energi terbarukan, seperti angin, matahari dan air, di banyak negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin bisa diubah menjadi keuntungan ekonomi untuk mempersempit kesenjangan regional.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara