PT Freeport Indonesia

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtar Tompo merasa geram pada PT Freeport Indonesia. Dia mengamati bahwasanya perusahaan asal Amerika Serikat itu kerap kali menjadikan Kontrak Karya (KK) sebagai bumper dan menuding pemerintah Indonesia tidak konsisten.

Padahal ujar Mukhtar, jika ditinjau kembali, sesungguhnya justru Freeport-lah yang bertindak inkonsisten dan membangkang dari peraturan yang berlaku di Indonesia

“Freeport selalu berlindung di balik Kontrak Karya untuk mengabaikan UU Minerba, atau PP No. 1 tahun 2017. Namun sebenarnya justru pihak Freeport sendirilah yang lebih dulu melakukan pelanggaran atas KK tersebut,” ujarnya secara tertulis, Selasa (14/3).

Mukhtar memaparkan dalam Kontrak Karya (1991), Pasal 24, ayat 2 (b) ditegaskan ‘perusahaan diharuskan menjual atau berusaha menjual pada penawaran umum di Bursa Efek Jakarta, atau dengan cara lain kepada Pihak Nasional Indonesia dengan saham-saham yang cukup untuk mencapai suatu jumlah yaitu 51 persen dari modal saham perusahaan yang diterbitkan, tidak lebih lambat dari ulang tahun ke-20 (dua puluh) tanggal ditandatanganinya persetujuan ini” (Hal 79).

“Kontrak Karya itu ditandatangani 30 Desember 1991. Seharusnya paling lambat 30 Desember 2011, divestasi 51 persen saham Freeport sudah dilakukan kepada pihak Indonesia. Kalau begini, siapa yang melanggar Kontrak Karya?” kritisnya.

Lalu kemudian Freeport berlindung pada Memorandum of Understanding (MoU) tanggal 25 Juli 2014, dimana Freeport hanya diwajibkan melakukan divestasi saham sebesar 30 persen sampai 2019 kepada pihak Indonesia.

“Jika pun MoU itu ada, tapi kan lahir setelah 3 tahun Freeport melanggar Kontrak Karya. MoU itu juga membuktikan, bahwa Kontrak Karya tidak sesakral kitab suci. Semua hal, masih bisa dinegosiasikan selama membawa kemaslahatan bagi semua pihak, dan tidak bertentangan dengan UU atau peraturan di Indonesia,” tuturnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan