Jakarta, Aktual.com – Anggota DPR-RI Komisi VII, Adian Napitupulu menyarankan Direksi PT Pertamina (Persero) membawa kasus kecurangan PLN dalam tender PLTGU Jawa I kepada jalur hukum atau Instalasi negara yang berwenang.
Menurut Adian, sikap Pertamina yang berkeluh-kesah kepada publik, tidak menyelesaikan persoalan. Sebaliknya malah yang terjadi, tindakan Pertamina melakukan ‘pembusukan’ terhadap PT PLN.
“Kalau memang Dwi (Dirut Pertamina) melihat ada kecurangan tender, adukan ke instansi hukum atau instansi negara yang berwenang, bukan ke media. Tapi jika Pertamina menyampaikan itu hanya ke media, berarti Pertamina melakukan pembusukan pada PLN dan tidak berniat menyelesaikan masalah,” kata Adian, Kamis (21/7).
Sebagaimana diketahui, PLN mengubah konsep lelang PLTGU yang disinyalir bertujuan mempersulit kesertaan Konsorsium Pertamina dalam tender tersebut. Atas perihal ini, Pertamina melayangkan surat keberatan tertanggal 13 Mei lalu. Namun meskipun begitu, Dwi menegaskan bahwa Konsorsium Pertamina tetap mengikuti proses tender yang berlangsung.
“Ada perubahannya suplai gas diurus oleh PLN dan mereka cari dari source ke yang lain. Yang kita lakukan bagaimana menawarkan untuk PLN yang sebaiknya. Jadi Pertamina terus ikut tender, nanti kita lihat hasilnya,” kata Dwi saat ditemui di Hotel Pullman Jakarta Pusat, Rabu (29/6) malam.
Namun berdasarkan keterangan pengamat dari Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Request For Proposal (RFP) dari PLN yang dibuat oleh konsultan Ernst & Young sebagai kuasa PLN untuk melelang pekerjaan PLTGU Jawa I, dengan rencana titik serah listrik bisa dilakukan di dua titik, yaitu Muara Tawar dan Cibatu Baru (dekat dengan Cilamaya). Dipilihnya dua titik serah itu karena mempertimbangkan efisiensi pembangunan PLTGU.
“Peluang lokasi ini ternyata sangat menguntungkan bagi konsorsium Pertamina untuk membangun PLTGU-nya melalui Cilamaya, sedangkan bagi peserta yang lain bisa membangun PLTGU tersebut di dekat Muara Tawar harus dengan cara mereklamasi pantai Muara Tawar,” ujar Direktur CERI Yusri Usman
Kenyataan inilah membuat peserta lain tidak akan bisa bersaing dengan Pertamina yang tentu saja akan jauh lebih murah dan lebih cepat membangunnya dibandingkan peserta yang lain.
“Pertamina akan mampu menyelesaikan CoD (commerce operation date) pada tahun 2019 atau bahkan bisa lebih cepat dari jadwal proyek, sementara pesaing yang lain seperti konsorsium Mitsubishi dan Rukun Raharja, Adaro dan Sembcorp, Medco dan Nebras serta lainnya baru mampu status komersialnya/COD paling cepat tahun 2020 dengan biaya yang jauh lebih mahal,” ungkap Yusri.
Keunggulan Pertamina inilah yang kemudian ditakuti oleh peserta lain sebagai kompetitornya, sehingga mereka melakukan segala cara yang tidak etis dengan memperalat Kementerian BUMN. Melalui salah seorang komisarisnya, memaksa Pertamina untuk mundur dari kesertaannya dalam proyek ini.
“Adapun operasi yang dilakukan untuk menekan direksi Pertamina dimulai dengan adanya perintah lisan dari salah satu anggota Komisaris Pertamina, agar Pertamina tidak usah terlibat di bisnis power, sehingga harus mundur dari peserta tender PLTGU Jawa 1,” ungkapnya.
Anehnya sang komisaris tersebut menyatakan perintah itu atas arahan Menteri BUMN. Padahal Pertamina melalui keputusan BoD (Board of Director) sudah memutuskan untuk tetap maju tender Jawa 1.
Tak berhenti disitu, upaya untuk mencekal Pertamina pun dilakukan lewat jalur PLN melalui revisi RFP ditengah jalan dengan tidak memasukkan LNG suplai sebagai kewajiban pemenang tender IPP yang dikenal dengan istilah “lockin”, tetapi energi primer gas disediakan oleh PLN dan sudah dapat jaminan suplai LNG dari Tangguh.
“Lucunya kebijakan PLN sebagai BUMN adalah untuk menutup peluang Pertamina yang bisa lebih murah menawar dalam tender PLTGU ini. Padahal kesiapan Pertamina dalam tender PLTGU Jawa 1 sangat baik untuk kepentingan korporasi dan PLN lebih murah membeli listriknya dan tentu rakyat juga yang akan diuntungkan akibat efisiensi ini,” jelasnya.
Selain sudah memiliki tanah, lanjutnya, Pertamina juga ada jaminan suplai LNG yang lebih murah. Sehingga tanah milik Pertamina di Cilamaya sangat strategis untuk menjadi tempat membangun PLTGU IPP nya.
“Tidak perlu melakukan reklamasi laut di Muara Tawar, dan pekerjaan reklamasi laut di Muara Tawar itu selain akan menambah biaya juga akan memperlambat waktu COD selama setahun,” terang Yusri.
Dia melihat sangat jelas bahwa tender yang dilakukan oleh pihak PLN, terindikasi diintervensi kekuatan cukong, dampaknya akan membuat harga investasi dan harga beli listrik oleh PLN akan semakin mahal dan rakyat akan menjadi korban membayar tarif listrik per Kwh menjadi lebih tinggi.
(Dadang Sah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan