Jakarta, Aktual.com — Perpanjangan kontrak kerja sama PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) untuk pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) terancam batal jika terbukti melanggar UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Panja sedang menyelidiki soal transaksi perpanjangan kontrak JICT. Jika terbukti (melanggar UU), maka perjanjian kerja sama bisa batal,” kata Ketua Panitia Kerja (Panja) PT Pelindo II, Azman Azzam, usai Rapat Panja Komisi VI DPR-RI dengan Dirut Pelindo II RJ Lino, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Rabu (16/9).
Menurut Azzam, selanjutnya jika dalam penyelidikan tersebut terjadi kerugian negara, maka akan menjadi tanggung jawab renteng direksi.
“Sesuai UU BUMN No 19 Tahun 2003, kalau terjadi pelanggaran maka itu menjadi tanggung jawab pribadi direksi,” tegas Azzam.
Rapat Panja Pelindo II berlangsung alot yang diwarnai interupsi dari anggota dewan. Rapat dimulai pukul 14:00 WIB dan berakhir pukul 18:00 WIB.
Pendalaman materi Panja Pelindo meliputi UU Pelayaran No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, dan termasuk UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Ia menjelaskan, ada perbedaan mendasar terkait keputusan perpanjangan kontrak JICT, dimana dilakukan tanpa memperpanjang konsesi pengelolaan pelabuhan.
“Ada yang aneh, Pelindo II memutuskan perpanjangan berdasarkan rekomendasi Jamdatun. Padahal sesuai dengan ketentuan Pelindo II sebagai korporasi hanya tunduk kepada tiga pihak yaitu kuasa pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan. Selain itu tidak ada yang boleh intervensi, termasuk Kepala Negara sekalipun,” tegas Azzam.
Untuk itu, anggota Komisi VI dari Fraksi Demokrat ini mengatakan, Panja akan memanggil semua pihak mulai dari Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, komisaris, direksi JICT, hingga serikat buruh JICT.
Pelindo II diketahui memperpanjang kontrak Hutchison di JICT selama 20 tahun dari yang sedianya berakhir tahun 2019 menjadi berakhir tahun 2039. Dalam kontrak tersebut ditetapkan uang sewa 215 juta dolar AS, sehingga, setiap tahun Pelindo II akan menerima 85 juta dolar AS.
Untuk itu, Serikat Pekerja JICT mendesak Pemerintah meninjau ulang proses perpanjangan kontrak tersebut karena dinilai ada kejanggalan dan potensi kerugian negara hingga sekitar 1,5 miliar dolar AS.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN, Nasril Bahar mengatakan, pihaknya meminta tiga dokumen yang diperlukan untuk mendalami kasus perpanjangan JICT tersebut.
“Dokumen perjanjian awal antara Pelindo dan Hutchison, dokumen perpanjangan kontrak, dan dokumen sale purchase agreement (SPA) terkait jual beli atau pelepasan saham Pelindo di JICT. Pada awalnya, Pelindo memiliki saham 99 persen di JICT, namun sekarang menjadi 51 persen.” ujar Nasril.
Sedangkan Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino mengatakan bahwa dalam transaksi tersebut sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
“Tidak ada satupun UU yang saya langgar. Keputusan perpanjangan sudah melalui pendapat dari penasehat keuangan dan penasehat hukum profesional,” ujar Lino.
Lino juga menjelaskan, bahwa dalam transaksi tersebut sudah mendapat masukan atau pendapat dari Jamdatun yang menyebutkan tidak perlu melakukan perpanjangan konsesi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan