Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI Wenny Warouw menyatakan kekecewaannya terhadap penanganan kasus peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang dilakukan Kepolisian Daerah, BNN dan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Kepri.

“Saya merasa kecewa penanganan yang disampaikan ketiga instansi ini hanya datar-datar saja. Tidak ada upaya strategis yang betul-betul bisa dilaksanakan dan bisa diangkat secara nasional”, ujarnya disela-sela pertemuan Tim Kunjungan Spesifik Komisi III dengan Kapolda Kepri, Kepala BNN dan Kepala Kanwil Hukum dan HAM Kepri di Kantor Polda Kepri, Batam, Kamis (13/4).

Ia menjelaskan bahwa tujuan utama Tim Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Desmond J. Mahesa datang ke Batam adalah untuk mengecek secara langsung bagaimana tingkat peredaran narkoba dan pengawasan orang asing di Kepri, serta strategi apa yang dilakukan.

“Karena menurut keterangan Budi Wasesa (Kepala BNN) saat rapat kerja dengan Komisi III menyatakan Kepri menempati urutan kedua dalam peredaran narkoba di Indonesia,” papar politisi Gerindra ini.

Bukan itu saja, lanjut Wenny, Batam khususnya menjadi pintu masuk narkoba dari negara tetangga Malaysia kemudian menuju Medan.

Berdasarkan keterangan dari Polda Kepri dalam pertemuan ini, terang Wenny, penanganan peredaran narkoba terkendala antara lain banyaknya pelabuhan-pelabuhan tikus.

Dengan tegas ia menyatakan, itu jangan dijadikan alasan. Karena Polda Kepri bisa menempatkan anggota intelnya di pelabuhan tikus atau bisa menggalang orang-orang kampung di pelabuhan tikus untuk memberikan informasi.

Terkait dengan laporan dari Kepala Kanwil Hukum dan HAM tentang pengawasan orang asing, ia juga menilai upaya yang dilakukan datar-datar saja tidak ada yang spesifik yang merupakan rencana strategis untuk bisa menanggulangi tenaga kerja asing illegal.

Saat ini, jelas Wenny, pola masuk mereka rubah tidak lagi dari Malaysia atau Singapore, tapi dari Jakarta baru kemudian ke Batam. Di Batam mereka jadi PSK.

“Saya bicara data, mereka harus memiliki upaya untuk menanggulangi hal seperti ini. Jika tidak kasian Batamnya. Begitu pula dengan TKA banyak yang melanggar ketentuan. Dia kerja diam-diam, pagi dari Singapore lalu pulang sorenya,” terangnya.

Menurutnya, hal ini tidak bisa lagi dibiarkan. Pengawasan dari Kanwil Hukum dan HAM harus dilakukan upaya yang bisa memberikan efek jera. Kalau tidak mereka akan kembali lagi.

Dalam kesempatan itu, ia juga mempertanyakan mengapa hanya 5 di tahun 2016 dan 4 di tahun 2017 jumlahnya 9 yang projustitia. Karena ini menunjukkan tidak ada efek jera. Pasti mereka akan datang lagi dan berbuat lagi kriminal. Sementara polisi angkat tangan karena Undang-Undangnya polisi tidak boleh menyelidiki masalah imigrasi.

“Sekarang pihak imigrasi harus memperbanyak projustitianya. Tadi yang saya kemukakan merupakan pelanggaran tindak pidana imigrasi,” jelasnya.

Ia menegaskan semua temuan di Kepri ini akan ditindaklanjuti pada saat rapat kerja dengan Kapolri dan Menteri Hukum dan HAM nanti.

Laporan: Nailin in Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid