Jakarta, Aktual.com- Komisi VI DPR akhirnya memutuskan memperdalam kembali pembahasan usulan pemerintah dalam alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 23 BUMN senilai Rp47,81 triliun pada Panitia Kerja (Panja) PMN.

“Sesuai amanah Rapat Paripurna DPR pada 30 Oktober 2015, keputusan pemberian PMN kepada BUMN dikembalikan kepada komisi terkait untuk selanjutnya diteruskan ke Badan Anggaran DPR,” kata Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno, usai Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro soal usulan PMN BUMN Tahun 2016, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Senin (20/6).

Menurut Teguh, pembahasan kembali dalam Panja PMN karena untuk memastikan apakah suntikan terhadap 23 BUMN tersebut disetujui atau tidak.

Panja tersebut memutuskan tiga hal, yaitu, menyetujui seluruh usulan suntikan modal, mengurangi pada beberapa BUMN, atau menolak sama sekali.

“Pagu PMN dalam APBN-P 2016 sudah ditetapkan sebesar Rp34,31 triliun. Bisa dikurangi tapi tidak bisa ditambah. Hasilnya tergantung rapat,” katanya.

Menurut catatan, pada tahun 2016, Pemerintah mengusulkan suntikan modal sebesar Rp34,31 triliun untuk 23 BUMN yang terdiri atas Rp31,75 triliun dalam bentuk PMN tunai dan Rp2,56 nontunai.

BUMN yang diusulkan mendapat PMN tunai yaitu PT Hutama Karya sebesar Rp3 triliun, Perum Bulog Rp2 triliun, PT Angkasa Pura II Rp2 triliun, PT Barata Indonesia Rp500 miliar, PT Wijaya Karya Tbk Rp4 triliun, PT Pembangunan Perumahan Rp2,25 triliun, Perum Perumnas Rp250 miliar, PT INKA Rp1 triliun, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Rp1 triliun, PT PLN Rp10 triliun dan tambahan Rp13,5 triliun, PT Askrindo Rp500 miliar, PT Perum Jamkrindo Rp500 miliar, PT Jasa Marga Tbk Rp1,25 triliun, PT Pelindo III Rp1 triliun, Pertani Rp500 miliar.

Sedangkan BUMN yang mendapatkan PMN non-tunai yaitu PT Perikanan Nusantara Rp29,4 miliar, PT RNI Rp692,53 miliar, PT Pelni Rp564,81 miliar, Perum Perumnas Rp235 miliar, PT Krakatau Steel Rp956,49 miliar, PT Amarta Karya Rp92,15 miliar, PTPN I Rp25,05 miliar dan PTPN VIII Rp32,77 miliar.

Namun seluruh usulan PMN tersebut sempat ditolak di Paripurna meskipun sudah melalui pembahasan panjang di Panja PMN dan termasuk mendapat persetujuan dari Badan Anggaran DPR.

“Kita tidak mengenyampingkan Panja PMN yang sudah pernah bekerja maraton membahas selama lebih dua bulan untuk menetapkan PMN tersebut. Sekarang kita pertajam lagi dan sesuaikan dengan kondisi perkonomian, termasuk soal adanya anggapan bahwa pemberian PMN tidak mendidik di situasi kondisi pengetatan belanja negara dalam APBN,” ujar Teguh.

Sesuai dengan tenggat waktu penetapan APBN-P 2016, bahwa PMN tersebut harus sudah mendapat persetujuan dari Paripurna.

“Mekanismenya, dalam dua-tiga hari ini tuntas dibahas di Panja PMN, kemudian dilaporkan dan dirapatkan kembali kepada Menteri Keuangan, selanjutnya dibawa ke Banggar untuk sinkronisasi dengan Panja Belanja, setelah itu diputuskan di Rapat Paripurna,” ujar Teguh.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemberian PMN untuk mewujudkan kegiatan prioritas misalnya kedaulatan energi, membangun infrastruktur, penguatan sektor keuangan, serta mendukung pengembangan industri strategis.

“Khusus PMN untuk PLN, lebih digunakan untuk membiayai proyek kelistrikan yang tidak layak secara ekonomis, serta untuk menjaga arus kas (cash flow) perusahaan,” ujar Bambang.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara